HUKUM ADAT SUKU ASMAT
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat
atau yang sering kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di
Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan
budaya.
Tidak
bisa kita pungkiri, bahwa kebudayaan daerah merupakan faktor utama berdirinya
kebudayaan yang lebih global, yang biasa kita sebut dengan kebudayaan nasional.
Maka atas dasar itulah segala bentuk kebudayaan daerah akan sangat berpengaruh
terhadap budaya nasional, begitu pula sebaliknya kebudayaan nasional yang
bersumber dari kebudayaan daerah, akan sangat berpengaruh pula terhadap
kebudayaan daerah / kebudayaan lokal.
Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat benilai
karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari
kepribadian suatu bangsa atau daerah.Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta
ciri khas suatu daerah, maka menjaga, memelihara dan melestarikan budaya
merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan
kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Gambaran
Suku Asmat
2. Sistem
Kepercayaan Dasar Suku Asmat
3. Roh
dan Kekuatan Magis
4. Ciri-ciri
dan Adat Istiadat Suku Asmat
BAB
II PEMABAHASAN
2.1
Penjelasan Suku Asmat
Banyak
orang-orang di sekitar kita yang terkadang membicarakan suku Asmat. Tentu suku
Asmat ini sudah pernah kita dengar, khususnya dalam jenjang pendidikan. Lalu
apa seperti apa suku Asmat itu?
Suku asmat adalah sebuah suku di papua. suku asmat dikenal dengan
hasil ukiran kayunya yang unik. populasi suku asmat terbagi dua yaitu mereka
yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman.
kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal cara hidup,sturktur
sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi kedalam dua
bagian yaitu suku bisman yang berada di antara sungai sinesty dan sungai nin
serta suku simai.
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku terbesar dan paling
terkenal diantara
sekian
banyak suku yang ada di Papua, Irian Jaya, Indonesia. Salah satu hal yang
membuat suku asmat cukup dikenal adalah hasil ukiran kayu tradisional yang
sangat khas. Beberapa ornamen / motif yang seringkali digunakan dan menjadi
tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku
asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut
mbis. Namun tak berhenti sampai disitu, seringkali juga ditemui ornamen / motif
lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol
perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk
asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara
mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
Ada
banyak pertentangan di antara desa asmat. yang paling mengerikan adalah cara
yang dipakai suku asmat membunuh musuhnya. Ketika membunuh
musuh , mayatnya dibawa kekampung,
kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk memakan bersama.
mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggal kepalanya. otaknya dibunngkus
daun sago dan dipanggang kemudian dimakan.sekarang biasanya di satu kampung
dihuni kira-kira 100 sampai 1000 orang. setiap kampung punya satu rumah bujang
dan banyak rumah keluarga. rumah bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara
keagamaan. rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai
kamar mandi dan dapur sendiri.
Suku asmat meiliki cara yang sangat sederhana untukmerias diri mereka. mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan.
Suku asmat meiliki cara yang sangat sederhana untukmerias diri mereka. mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan.
Sedangkan
warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. cara menggunakan
puncukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air,
pewarna itu sudah bisa digunkan untuk mewarnai tubuh. selain budaya, penduduk
kampung syuru juga amat piawai membuat ukiran seperti suku asmat umumnya.
Ukiran bagi suku asmat bisa menjadi penghubung antara kehidupan masa kini dengan
kehidupan leluhur. di setiap ukiran bersemayam citra dan penghargaan atas nenek
moyang mereka yang sarat dengan kebesaran suku asmat.
Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. bagi suku asmat kala menukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yag ada di alam lain. Itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga). Percaya sebelum memasuki surga, arwah orang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan mengelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat ulat sagu. Konon patung bis adalah bentuk patung yang paling sakral. Namun kini membuat patung bagi suku asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi. sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluarpapua.
Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. bagi suku asmat kala menukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yag ada di alam lain. Itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga). Percaya sebelum memasuki surga, arwah orang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan mengelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat ulat sagu. Konon patung bis adalah bentuk patung yang paling sakral. Namun kini membuat patung bagi suku asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi. sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluarpapua.
Hal di atasadalah sedikit uraian mengenai suku Asmat
agar kita memiliki gambaran tentang suku tersebut.Karena untuk memahai hukum adat
yang berlaku dalam suku Asmat, kita harus mengenal dan tau apa itu suku Asmat,
dimana mereka tinggal, dan data-data yang mendukung lainnya. Dan juga untuk
lebih memahami hukum adat yang berlaku
di suku
Asmat, kita pun harus mengenal sistem kepercayaan suku Asmat. Mengapa demikian?
Karena hukum adat yang berlaku dalam masyarakat terbentuk dari hasil
implementasian dari kepercayaan daerah dan masyarakat di dalamnya.
2.2
Sistem Kepercayaan Dasar Suku Asmat
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa
yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari
tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu
melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat
juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing
mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi
masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang
Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam
roh yang mereka bagi dalam 3 golongan, yaiu :
- Yi – ow atau roh nenek moyang
yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
- Osbopan atau roh jahat dianggap
penghuni beberapa jenis tertentu.
- Dambin – Ow atau roh jahat yang
mati konyol.
Kehidupan
orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh
komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang
seperti berikut ini :
·
Upacara Adat
suku asmat
Ritual Kematian Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat
orang yang telah meninggal.Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah.Bila
seseorang tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati
karena suatu sihir hitam yang kena padanya.Bayi yang baru lahir yang kemudian
mati pun dianggap hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka
percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-roh.Sebaliknya kematian
orang dewasa mendatangkan duka cita yang amat mendalam bagi masyarakat Asmat.
Suku Asmat percaya bahwa kematian yang datang kecuali pada usia yang
terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari
kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan
pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh leluhur, kepada siapa
mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di
kano, tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia. Sampai pada akhir abad
20an, para pemuda Asmat memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap
sesama anggota, kepada leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan
membawa kepala musuh mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk
dimakan anggota keluarga yang lain di desa tersebut.
Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga
terdekat berkumpul mendekati si sakit sambil menangis sebab mereka percaya ajal
akan menjemputnya. Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati atau memberi makan
kepada si sakit. Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya karena
mereka percaya si sakit akan “membawa” salah seorang dari yang dicintainya
untuk menemani. Di sisi rumah dimana si sakit dibaringkan, dibuatkan semacam
pagar dari dahan pohon nipah.Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka
ratapan dan tangisan menjadi-jadi.Keluarga yang ditinggalkan segera berebut
memeluk sis akit dan keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya di
lumpur.Sementara itu, orang-orang di sekitar rumah kematian telah menutup semua
lubang dan jalan masuk (kecuali jalan masuk utama) dengan maksud
menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran pada saat menjelang
kematian. Orang-orang Asmat menunjukkan kesedihan dengan cara menangis setiap
hari sampai berbulan-bulan, melumuri tubuhnya dengan lumpur dan mencukur habis
rambutnya. Yang sudah menikah berjanji tidak akan menikah lagi (meski nantinya
juga akan menikah lagi) dan menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak
menarik bagi orang lain.
Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di
atas para (anyaman bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan
sampai busuk.Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas
pokok-pokok kayu.Tengkorak kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal
petanda cinta kasih pada yang meninggal.Orang Asmat percaya bahwa roh-roh orang
yang telah meninggal tersebut (bi) masih tetap berada di dalam kampung,
terutama kalau orang itu diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu
yang tingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu lesung
panjang dengan perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk kemudian dilepas di
sungai dan seterusnya terbawa arus ke laut menuju peristirahatan terakhir
roh-roh.
Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang
Asmat telah mengubur jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang
meninggal.Umumnya, jenazah laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian,
sedangkan jenazah wanita dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga
tidak memiliki pemakaman umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir
sungai atau semak-semak tanpa nisan. Dimana pun jenazah itu dikubur, keluarga
tetap dapat menemukan kuburannya.
·
Ritual Tsyimbu(Pembuatan dan Pengukuhan Perahu
Lesung)
Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat
perahu-perahu baru.Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai, ada berapa hal
yang perlu diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan
diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan
perahu.Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali
kendali sudah dipersiapkan.Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan
itu semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu.
Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke
air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.
Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu meminta
bantuan kepada kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi kayu di belakang dan
selebihnya menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu upacara khusus yang
dipimpin oleh seorang tua yang berpengaruh dalam masyarakat. Maksudnya adalah
agar perahu itu nantinya akan berjalan seimbang dan lancar.
Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian dalam
dan di bagian luar berwarna merah berseling putih.Perahu juga diberi ukiran
yang berbentuk keluarga yang telah meninggal atau berbentuk burung dan binatang
lainnya.Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu.Sebelum dipergunakan,
semua perahu diresmikan terlebih dahulu.Para pemilik perahu baru bersama dengan
perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang paling berpengaruh di
kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi -nyanyian dan
penabuhan tifa.Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri
dalam perlombaan perahu.Para pendayung menghias diri dengan cat berwarna putih
dan merah disertai bulu-bulu burung.Kaum anak-anak dan wanita bersorak-sorai
memberikan semangat dan memeriahkan suasana.Namun, ada juga yang menangis
mengenang saudaranya yang telah meninggal.
Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka
persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala.Bila telah selesai, perahu
-perahu ini dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas -manasi mereka dan
memancing suasana musuh agar siap berperang.Sekarang, penggunaan perahu lebih
terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.
·
Ritual Mbismbu (pembuat
tiang)
Upacara
mbis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab
berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (bis) apabila ada permintaan dalam
suatu keluarga. Dulu, upacara bis ini diadakan untuk memperingati anggota
keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus segera dibalas dengan
membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.
Untuk membuat patung leleuhur atau saudara yang telah
meninggal diperlukan kurang lebih 6-8 minggu.Pengukiran patung dikerjakan di
dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum
wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut.Dalam masa-masa pembuatan
patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar istri yang disebut dengan
papis.Tindakan ini bermaksud untuk mempererat hubungan persahabatan yang sangat
diperlukan pada saat tertentu, seperti peperangan.Pemilihan pasangan terjadi
pada waktu upacara perang-perangan antara wanita dan pria yang diadakan tiap
sore.
Upacara perang-perangan ini bermaksud untuk mengusir
roh-roh jahat dan pada waktu ini, wanita berkesempatan untuk memukul pria yang
dibencinya atau pernah menyakiti hatinya. Sekarang ini, karena peperangan antar
clan sudah tidak ada lagi, maka upacara bis ini baru dilakukan bila terjadi
mala petaka di kampung atau apabila hasil pengumpulan bahan makanan tidak
mencukupi. Menurut kepercayaan, hal ini disebabkan roh-roh keluarga yang telah
meninggal yang belum diantar ketempat perisitirahatan terakhir, yaitu sebuah
pulau di muara sungai Sirets.
Patung bis menggambarkna rupa dari anggota keluarga
yang telah meninggal. Yang satu berdiri di atas bahu yang lain bersusun dan
paling utama berada di puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan diberikan
hiasan-hiasan.Usai didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu panggung
yang dibangun dirumah panjang. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan akan
mengatakan bahwa pembalasan dendam telah dilaksanakan dan mereka mengharapkan
agar roh-roh yang telah meninggal itu berangkat ke pulau Sirets dengan tenang.
Mereka juga memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak diganggu dan diberikan
kesuburan. Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan ditegakkan di daerah
sagu hingga rusak.
·
Upacara Yentpokmbu(pengukuhan dan pembuatan rumah
bujang)
Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah
keluarga dan rumah bujang (je).Rumah bujang inilah yang amat penting bagi
orang-orang Asmat. Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga)
pemiliknya.
Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang
bersifat religius maupun yang bersifat nonreligius. Suatu keluarga dapat
tinggal di sana, namun apabila ada suatu penyerangan yang akan direncanakan
atau upacara-upacara tertentu, wanita dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang
Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh
keluarga dan kerabat.Pembuatan rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang
dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan tifa.
Suku
ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan
mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan.
Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup
membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi),
pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
2.3 Roh-roh dan Kekuatan Magis
·
Roh Setan
Kehidupan orang-orang Asmat sangat terkait erat dengan alam
sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam ini didiami oleh roh-roh,
jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan setan. Setan ini
digolongkan ke dalam 2 kategori :
1.
Setan yang membahayakan hidup Setan yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh
orang Asmat sebagai setan yang dapat mengancam nyawa dan jiwa seseorang.
Seperti setan perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup di
pohon beringin, roh yang membawa penyakit dan bencana (Osbopan).
2.
Setan yang tidak membahayakan hidup Setan dalam kategori ini dianggap oleh
masyarakat Asmat sebagai setan yang tidak membahayakan nyawa dan jiwa
seseorang, hanya saja suka menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang
Asmat juga mengenal roh yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu
berasal dari roh nenek moyang yang disebut sebagai yi-ow.
·
Kekuatan magis dan Ilmu sihir
Orang Asmat juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan magis
yang kebanyakan
adalah
dalam bentuk tabu. Banyak hal -hal yang pantang dilakukan dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu,
penangkapan ikan, dan pemburuan binatang.
Kekuatan
magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang
curian atau pun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga yang
mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin,
halilintar, hujan, dan topan.
2.4
Ciri-ciri dan adat istiadat suku asmat
Suku asmat adalah suatu suku yang
mendiami salah satu wilayah di Papua yang terkenal dalam menciptakan
ukiran-ukiran kayu yang unik. Ternyata tidak hanya itu saja keunikan dan hal
yang menarik dari suku Asmat, masih ada banyak hal lain yang bisa dipelajari
dari suku Asmat ini.
·
Ciri-ciri
suku Asmat
Suku
asmat memiliki beberapa macam ciri khas, antara lain :
- Jika dilihat secara fisik,
orang-orang suku Asmat memiliki tubuh tinggi, besar dan tegap dengan kulit
dan rambut berwarna gelap. Bentuk rambut pada umumnya keriting dan
memiliki hidung yang mancung.
- Mata
pencaharian penduduk suku Asmat pada umumnya adalah mencari makan antara suku yang
satu dan yang lainnya di wilayah Distrik Citak - Mitak ternyata hampir
sama. suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan
sehari - hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan seperti
ular, kasuari, burung, rusa, babi hutan, komodo dan lain sebagainya. mereka juga selalu meramuh
dan monokok sagu sebagai makanan pokok, dan sebagian yang nelayan mencari
ikan dan udang untuk di makanberladang seperti ubi, wortel, jagung atau
menanam sagu. Salain itu juga beternak ayam dan babi. Seringkali pada
suatu waktu orang Asmat melakukan perburuan binatang di dalam hutan dengan
hasil buruan adalah babi hutan,
burung atau ayam hutan.Kadangkala juga memancing ikan dan mencari udang.
- Orang
suku Asmat biasanya menghias tubuh mereka dengan warna merah, hitam dan
putih. Warna merah didapat dari tanah merah, hitam dari arang dan putih
dari kulit kerang yang dihancurkan.
·
Rumah adat
suku asmat
Rumah
Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai sekarang
masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat
Pedalaman.Bahkan masih ada juga diantara mereka yang membangun rumah tinggal
diatas pohon
·
Agama
Masyarakat
Suku Asmat beragama Katolik,Protestan,dan Animisme yakni suatu ajaran dan
praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada ruh orang mati atau patung. Bagi Suku
Asmat ulat sagu merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini
diadakan,dapat dipastikan,kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan.
·
Beberapa
adat suku Asmat
Suku
Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan masuknya para
Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain selain
agam nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam
agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam. Seperti masyarakat pada
umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat pun,
melalui berbagai proses, yaitu
·
Kehamilan
selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus
dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung
alau ibu mertua.
·
Kelahiran
Pada
saat ada kelahiran, tidak ada hal yang khusus seperti pada umumnya suku lain.
Bayi yang baru lahir hanya dibersihkan lali tali pusarnya dipotong dengan bambu
yang disebut dengan sembilu.
·
Pernikahan
Dalam
upacara pernikahan, ritual yang dilakukan sangat sederhana. Seorang pria suku
Asmat yang ingin menikahi seorang wanita harus "membelinya" dengan
menawarkan mas kawin berupa piring antik dan uang yang nilainya disamakan
dengan perahu Johnson. Perahu ini biasanya digunakan untuk melaut. Jika seorang
pria memberikan mas kawin yang kurang dari harga kapal Johnson, maka ia masih
boleh menikah, hanya saja harus tetap membayar sisa hutang mas kawin tersebut.
·
Kematian
Ritual adat kematian suku Asmat bisa
jadi akan membuat orang kebanyakan bergidik jika yang meninggal adalah kepala
suku. Mayat kepala suku akan dimumikan dan dipajang di depan rumah adat. Namun
jika masyarakat biasa yang meninggal akan dikuburkan seperti
biasa. Upacara kematian diiringi
dengan tangisan dan nyanyian dalam bahasa Asmat. Dahulu, salah satu anggota
keluarga orang yang meninggal akan dipotong satu ruas jarinya. Namun saat ini
kebiasaan tersebut sudah mulai ditinggalkan.
·
Sistem pemerintahan
Suku Asmat
memiliki satu kepala suku dan kepala adat yang sangat dihormati. Akan segala
tugas kepala suku harus sesuai dengan kesepakatan masyarakat, sehingga hubungan
antara kepala suku dengan masyarakat cukup harmonis. Jika kepala suku meninggal
dunia, maka kepemimpinan diserahkan pada marga keluarga lain yang dihormati
oleh warga. Kepemimpinan juga bisa diserahkan kepada orang yang berhasil
mendapatkan kemenangan dalam perang.
·
Bahasa
Bahasa-bahasa yang digunakan orang Asmat termasuk kelompok bahasa yang oleh para ahli linguistik disebut sebagai Language of the Southern Division, bahasa-bahasa bagian selatan Irian Jaya. Bahasa ini pernah dipelajari dan digolongkan oleh C.L Voorhoeve (1965) menjadi filum bahasa-bahasa Irian (Papua) Non-Melanesia.
Bahasa-bahasa yang digunakan orang Asmat termasuk kelompok bahasa yang oleh para ahli linguistik disebut sebagai Language of the Southern Division, bahasa-bahasa bagian selatan Irian Jaya. Bahasa ini pernah dipelajari dan digolongkan oleh C.L Voorhoeve (1965) menjadi filum bahasa-bahasa Irian (Papua) Non-Melanesia.
·
Makanan
Orang-orang
Asmat tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanah liat pada
daerah ini sehingga tidak mengenal barang-barang keramik. Oleh karena itu,
orang-orang Asmat biasa memasak makanannya di atas api terbuka. Berapa jenis
makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang Asmat adalah:
·
Makanan pokok(sagu)
Sagu sebagai makan pokok dapat banyak ditemukan di hutan oleh masyarakat Asmat. Untuk mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon itu harus ditebang, kulitnya dibuka sebagian, dan isinya ditumbuk hingga hancur. Kemudian, isi tersebut dipindahkan ke dalam suatu saluran air sederhana yang terbuat dari daun sagu untuk dibersihkan. Tepung sagu yang diperoleh diolah menjadi adonan yang beratnya kira-kira 5 kilogram. Adonan ini kemudian dibakar untuk mendapatkan bentuk yang semipadat supaya mudah dibawa dan disimpan sampai diperlukan.
Proses pembuatan sagu, mulai dari penebangan pohon hingga terbentuknya adonan siap masak memakan waktu sehari penuh, dari matahari terbit hingga terbenam.
·
Makanan tambahan
Sebagai makanan tambahan,
suku Asmat juga mengumpulkan ulat sagu yang didapatkan di dalam batang pohon
sagu yang sudah membusuk. Ulat sagu yang merupakan sumber protein dan lemak
adalah makanan yang lezat dan bernilai tinggi bagi mereka. Telur-telur ayam
hutan yang ditemukan di pasir delata-delta yang sering tertutup air pada waktu
air pasang juga dikumpulkan. Telur-telur ini dikumpulkan dan dibungkus dakan
daun dan dipanggang hingga keras. Apapun yang ditemukan di hutan, seperti babi
hutan, kuskus, burung, dan segala jenis daun-daunan yang dapat dimakan,
dikumpulkan sebagai tambahan makanan pedamping sagu.Orang Asmat juga memburu
iguana (sejenis kadal) untuk mengambil dagingnya yang kemudian dipanggang dan
dimakan. Tikus hutan pun mereka tangkap dan dijadikan makanan tambahan.
·
Makanan lainnya
Orang Asmat pun terkadang memiliki bahan makan lainnya yang tidak setiap harinya ada. Musuh yang telah mati ditombak saat perang, dibawa pulang ke kampung dengan perahu lesung panjang diiringi dengan nyanyian. Setiba di kampung, mayatnya dipotong-potong dan dibagi-bagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Sambil menyanyikan lagu kematian, kepala musuh tersebut dipotong dan dipanggang, sedangkan otaknya dibungkus dengan daun sagu untuk kemudian dipanggang.
·
Alat-alat
produktif
Orang
Asmat telah memiliki peralatan serta cara untuk mempertahankan hidupnya. Mereka
telah memiliki kemampuan untuk membuat jaring sendiri yang terbuat dari anyaman
daun sagu. Jaring tersebut digunakan untuk menjaring ikan di muara sungai.
Caranya pun sederhana sekali, yaitu dengan melemparkan jaring tersebut ke laut
untuk kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena di
muara sungai terdapat lumpur yang sangat banyak dan memberatkan dalam penarikan
jaring. Oleh karena itu, jala ditambatkan saja pada waktu air pasang dan
kemudian ditarik pada air surut.Untuk membuat suatu karya kesenian,
orang Asmat juga mengenal alat-alat tertentu yang memang sengaja digunakan
untuk membuat ukir-ukiran. Alat-alat sederhana seperti kapak batu, gigi
binatang dan kulit siput yang bisa digunakan oleh wow-ipits untuk mengukir.
Kapak batu merupakan benda yang sangat berharga bagi orang Asmat sehingga kapak
yang hanya bisa didapatkan melalui pertukaran barang itu diberi nama sesuai
dengan nama leluhurnya, bisanya nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya
pengaruh dari luar, orang Asmat sekarang sudah menggunakan kapak besi dan pahat
besi. Kulit siput diganti dengan pisau. Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan
kulit siput.
·
Senjata
Perisai digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi
diri dari tombak dan panah musuh dalam peperangan. Pola ukiran pada perisai
melambangkan kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon bakau atau
kayu yang lunak dan ringan.Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras
seperti kayu besi atau kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan
penutup yang terbuat dari paruh burung atau kuku burung kasuari.
·
Peperangan
Suku
Asmat memakai senjata berupa busur dan panah. Di masa lalu ada suatu
kesepakatan bahwa musuh yang sudah mati akan dibawa ke kampung oleh pemenang
perang lalu mayatnya akan dipotong dan dimakan bersama-sama. Kepalanya akan
dijadikan hiasan. Suku Asmat percaya bahwa kekuatan mereka akan bertambah jika
memakan daging musuh. Namun saat ini praktek tersebut sudah tidak ada lagi.
Itulah
beberapa gambaran mengenai suku Asmat yang mendiami wilayah Papua, sebenarnya
masih banyak data-data yang dimiliki suku Asmat. Namun makalah ini dibatasi
hanya sampai pada hukum adatnya saja, mungkin tadi ada beberapa data lain yang
mungkin bisa mendukung rangkaian kalimat dari makalah ini.
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Beragam
sekali budaya dan hukum kebiasaan yang dimiliki oleh kelompok-kelompok suku
yang ada di Indonesia. Itu semua merupakan budaya daerah dan sekaligus budaya
serta hukum kebiasaan milik nasional yang jelas dilestarikan. Salah satunya
suku Asmat, Suku Asmat merupakan suku yang mendiami wilayah Papua. Suku Asmat yang
merupakan suku asli papua yang
sangat dikenal dengan hasil karya kayunya yang unik. Dalam segi kebudayaan,
kesenian, kepercayaan, suku Asmat termasuk suku yang masih orisinil dan terjaga
keaslian tradisinya dari zaman nenek moyang mereka, dibandingkan dengan
suku-suku lainnya di Indonesia yang telah banyak terpengaruh budaya-budaya luar. Suku asmat
tesebut memiliki beberapa budaya dan hukum
adat dari berbagai segi kehidupan, anatara lain: mengenai kelahiran,
peperangan, kematian, sistem pemerintahan, dan sistem kepercayaan. Misalnya
dari sistem kepercayaan, Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Asmat sangat unik, mereka
menganut paham animisme yang menganggap bahwa alam sekeliling tempat tinggal
manusia dihuni oleh berbagai macam ruh, dan mereka memuja ruh-ruh tersebut.
Banyak adat istiadat yang dilakukan yang merupakan unsur-unsur dari sistim
kepercayaan mereka. Jadi sebenarnya kebudayaan,
kesenian dan sistem kekerabatan yang ada dimasyarakat ini berawal dari sistem
kepercayaan yang mereka anut. Karena semuanya merupakan penerapan dari sistem
kepercayaan suku Asmat sendiri.masyarakat suku Asmat masih menganut sistem
animisme dan dinamisme. Namun setelah masuknya kelompok asing seperti kelompok misionaris, sekarang
masyarakat suku Asmat banyak juga yang menganut agama Katolik dan Protestan
3.2
Saran
Budaya
daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala
sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya
nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk
menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya
daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian
bangsa. Maka jagalah dengan baik serta melestarikannya dengan sungguh-sungguh
agar tidak dimiliki atau pindah tangan budaya tersebut kepada suku,bangsa atau
negara lain. Budaya juga merupakan identitas bangsa yang
harus dihormati dan dijaga serta perlu dilestarikan agar kebudayaan kita tidak
hilang dan bisa menjadi warisan anak cucu kita kelak, bahkan
tidak sedikit mereka juga mempelajarinya karena selain beraneka ragam budaya
Indonesia dikenal sangat unik. Hal ini tentu menjadi tanggungjawab para
generasi muda dan juga perlu dukungan dari berbagai pihak, karena ketahanan
budaya merupakan salah satu
Identitas suatu negara. Kebanggaan bangsa indonesia akan budaya yang beraneka
ragam sekaligus mengundang
tantangan bagi seluruh rakyat untuk mempertahankan budaya lokal agar tidak hilang
ataupun dicuri
oleh bangsa lain. Sudah banyak kasus bahwa budaya kita banyak yang dicuri
karena ketidakpedulian paragenerasi penerus, dan ini merupakan pelajaran
berharga karena Kebudayaan Bangsa Indonesia adalah harta yang
mempunyai nilai yang cukup tinggi di mata masyarakat dunia.Dengan melestarikan
budaya lokal kita bisa menjaga budaya bangsa dari pengaruh budaya asing, dan menjaga
agar budaya kita tidak diakui oleh Negara lain..
3.3 Daftar
Pustaka
·
Koentjaraningrat
(1980) Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press
·
Sudarman,
Dea (1993) Menyingkap Budaya Suku Pedalaman Irian Jaya.
·
Jakarta:
Delata Boelaars, Jan. Dahulu, Sekarang, Masa Depan. Jakarta: Gramedia,
1986
·
Ensiklopedi
Nasional Indonesia. Jakarta: PT Delata Pamungkas, 1997.
Koentjaraningrat, dkk. Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Departemen Sosial,
Koentjaraningrat, dkk. Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Departemen Sosial,
·
Koentjaraningrat.
Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta, 1990.
·
Smidt,
Dirk. Asmat Art:Woodcarving of Southwest New Guinea. New York:
George Braziller, 1993.
·
Sudarman,
Dea. Asmat: Menyingkap Budaya Suku Pedalaman Irian Jaya. Jakarta: Sinar
Harapan, 1984.
Komentar