Suara untuk Pemerintah Manggarai


Jika kita mencoba mengkritisi sikap dan tindakan pemerintah Manggarai saat ini, ada banyak kejanggalan yang terjadi dalam aspek pembangunan. Sepintas banyak orang mengapresiasi kinerja para aparat pemerintah. Apresiasi masyarakat ini muncul karena ada perubahan drastis bagi pembangunan di Manggarai, misalnya pembangunan infrastruktur (jalan raya, jembatan, irigasi, dll). Namun, apakah masuk akal jika dalam kurun waktu yang sekian lama , sepuluh tahun masa kepemimpinan, pembangunan yang dilakukan masih menjamah bagian infrastruktur. Saya berani menilai bahwa masyarakat manggarai seringkali "dininabobokan" oleh program pemerintah yang kelihatan. Sebaliknya kinerja pemerintah justru semakin buruk karena merasa sukses mendapat apresiasi masyarakat.
Mengapa saya menilai kinerja pemerintah saat ini semakin buruk?
Indikator kemajuan dalam pembangunan tidak hanya dilihat dari satu aspek, apalagi jika hanya pada aspek yang disadari oleh semua masyarakat. Maka dari itu, pemerintah tidak hanya berkutat pada aspek-aspek yang kelihatan, dan kalau fokus pada aspek itu maka harus dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa adanya daerah yang tidak terjamah. Contoh nyatanya adalah masih banyaknya daerah di wilayah manggarai mengeluh karena belum ada sarana tranportasi, belum masuknya Perusahaan Listrik Negara (PLN), akses kepada sarana pendidikan yang terbatas.
Selain itu, ada persoalan serius yang sebenarnya harus segera diselesaikan oleh pemerintah khususnya persoalan yang menyangkut kepentingan banyak orang. Di sini saya menilai bahwa kasus tentang hukum agraria adalah permasalahan serius yang perlu mendapat penanganan serius dari pemerintah. Fakta membuktikan bahwa persolalan ini sudah menelan banyak korban. Jika kita bertanya; sampai kapankah orang manggarai berada dalam ketidakpastian hukum, baik hukum adat maupun hukum nasional. Persoalan inilah yang saya lihat sebagai aspek yang tak kelihatan yang perlu ditanggani pemerintah dengan bantuan para "tua golo" atau "tua teno".
Pikiran yang tertuang ini muncul dengan sendirinya karena memang faktanya kita masih belum mencapai titik tujuan dari pembangunan kita, tentunya yang mencakup segala bidang kehidupan. Maka, sangatlah luar biasa jika pemerintah bersama pihak-pihak yang punya kepedulian sosial mau dan berani mencari dan memecahkan persoalan yang serius ini. sekadar kata untuk kebaikan bersama.
Ataukah kita  ingin bahwa setiap orang mempertanyakan keberadaan pemerintah?
“Di manakah pemerintah?”, Layakkah mereka disebut sebagai pemimpin? Layakkah mereka mendapat kedudukan yang dipercayakan orang-orang yang memilihnya? Apakah pemerintah punya kepeduliaan sosial ataukah mereke hanya mempunyai kepedulian terhadap keluarganya atau dirinya sendiri? Mungkin itulah pertanyaan yang cocok untuk pemerintah yang tidak mampu menanggani masalah-masalah rakyat, pemerintah yang tidak populis, pemerintah yang tidak memipin berdasarkan hati nurani.
Sebagai penutup, semoga tulisan yang tidak sistematis, tidak terstruktur, dan tidak bermutu ini masih bisa membawa pesan yang bisa ditanggapi oleh mereka yang disebut sebagai pemimpin, mereka yang merasa diri sukses walaupun mengakibatkan  penderitaan dari masyarakat, mereka yang hanya memimpin dengan keegoisan, kepentingan pribadi dan golongan, dan mereka yang mau membangun kesejahteraan, ketenteraman, dan kebahagian bagi rakyat manggarai.
Hipatios Wirawan Labut
Mahasiswa aktif

Fakultas Hukum Universitas Nasional, Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik

Dongeng Manggarai: Tombo ca anak koe ata oke le eman

HUKUM ADAT SUKU ASMAT