Korupsi adalah hasil belajar


Salah satu fenomena sosial yang menyita perhatian dan meresahkan banyak pihak selama berabad-abad adalah fenomena korupsi.  Penyakit sosial ini  merupakan penyakit menular yang turun dari generasi ke generasi  berikutnya.  Di indonesia, fenomena ini  bukan masalah baru yang muncul tahun-tahun belakangan, melainkan fenomena yang mengisi dimensi ruang dan waktu sejak puluhan tahun yang lalu. Artinya, korupsi telah menjadi masalah besar di berbagai tempat sejak kemunculannya sampai pada hari ini.
Kenyataan ini menunjukan bahwa belum ada hukuman yang efektif yang dapat menjadi obat untuk menyembuhkan orang-orang  yang terinfeksi oleh penyakit sosial ini. Hukuman yang tertuang di dalam Konstitusi atau Undang-Undang dasar maupun yang dirancang oleh pemerintah  masih belum bisa memberi harapan bagi masyarakat Indonesia akan berkurangnya tindakan pidana korupsi. 
Lalu, ada hukuman  baru yang ingin diterapkan untuk mengatasi  tertularnya penyakit sosial ini. Memiskinkan para koruptor, adalah salah satu solusi yang ditawarkan dalam mengatasi  masalah korupsi. Memiskinkan koruptor masuk akal karena alasan seseorang melakukan tindak pidana korupsi adalah untuk mengumpulkan kekayaan, uang, dan memperkaya diri. Maka solusi memiskinkan merupakan usaha untuk mengurangi kecendrungan seseorang melakukan korupsi.
Terlepas dari sikap pro dan kontra yang muncul dari berbagai pihak, menurut saya, memiskinkan para koruptor adalah hukuman yang menimbulkan beberapa kemungkinan. Pertama, para koruptor akan kehilangan harta atau kekayaan yang diperolehnya melalui korupsi. Kondisi ini belum tentu efektif dalam mencegah calon-calon koruptor yang lain. Alasannya sederhana yaitu bahwa jika hukumannya hanya memiskinan tanpa ada hukuman penjara. Alasan lain adalah masih banyak penegak hukum yang menerima uang suap dari para koruptor, sehingga tidak menimbulkan ketakutan bagi banyak orang untuk melakukan korupsi. Artinya bahwa hukuman “memiskinkan koruptor” akan gagal jika para penegak hukum ikut serta dalam mendukung tindak pidana korupsi. Kedua, memiskinkan koruptor merupakan cara yang tidak hanya bersifat sementara melainkan juga solusi yang tanpa efek jera. Artinya bahwa cara ini berhasil memiskinkan koruptor sementara saja tetapi dalam jangka panjang para koruptor semakin bertambah banyak. Hal ini terjadi karena orang tidak akan takut kalau hukumannya hanya memiskinkan tanpa ada hukuman lain. Ketiga, pemiskinan terhadap koruptor adalah usaha yang dapat membawa situasi melarat atau sengsara bagi koruptor. Situasi yang dimaksud adalah dimana para koruptor yang mendapat hukuman akan mengalami kemisikinan dan kesengsaraan. Kemiskina dan kesengsaraan memang menjadi situasi yang menyulitkan tetapi tidak akan membuat orang melakukan korupsi. Dalam kondisi seperti itu koruptor masih bisa hidup normal dan bahagia.
Kemungkinan-kemungkinan tersebut, menunjukkan bahwa di satu sisi hukuman “memiskinkan koruptor” mampu mengembalikan uang negara yang dikorupsi tetapi di sisi lain para koruptor akan bermunculan karena hukumannya kurang berpengaruh. Alasannya adalah bahwa motivasi seseorang melakukan korupsi bukan hanya untuk mengumpulkan harta atau kekayaan, tetapi untuk kepentingan-kepentingan lain, misalnya untuk jalan-jalan ke luar negeri, ke tempat-tempat wisata yang mewah, dan sebagainya.
Hukuman pelengkap: kurungan penjara
Menurut saya, hukuman memiskinkan para koruptor tidak efektif tanpa ada hukuman lain yang dapat mengurangi kecenderungan orang malakukan korupsi. Hukuman lain yang saya maksudkan adalah seperti yang diberlakukan selama ini di Indonesia. Hukuman kurungan penjara sebenarnya merupakan hukuman yang efektif yang dapat mengurangi kecenderungan seseorang untuk mencuri uang negara. Hanya saja, ketidaktegasan dan lemahnya kewibawaan hukum di negara kita selalu menjadi persolan dalam menanggani masalah-masalah hukum, termasuk masalah korupsi. Hukuman “memiskinkan koruptor” ditambah dengan kurungan penjara yang setimpal dengan besarnya kesalahan adalah hukuman yang efektif  jika dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh para penegak hukum
Moral dan Kejujuran penting untuk dipahami
Perubahan tingkah laku yang relatif dalam diri manusia adalah hasil dari belajar. Korupsi adalah tindakan yang menunjukan adanya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang. Dengan demikian, korupsi adalah hasil belajar seseorang dalam kurun waktu tertentu. Pemahaman ini bagi saya membuka cara berpikir baru agar generasi-generasi muda, khususnya mahasiswa berusaha untuk selalu belajar melakukan hal-hal yang baik dan benar, bertindak jujur dan terbuka, dan serta menyuarakan aspirasi-aspirasi yang bermoral serta bertujuan untuk memajukan peradaban. Artinya, peran mahasiswa dalam memberantas korupsi adalah belajar untuk jujur serta terbuka dengan diri sendiri dan terbuka terhadap orang lain. Hal ini dapat diwujudkan dengan tindakan nyata di tempat kuliah, misalnya belajar menghargai proses untuk mencapai suatu prestasi atau tidak bermental instant.
Dengan cara ini maka mahasiswa sudah mulai belajar untuk jujur, terbuka, rendah hati, dan menerima kenyataan yang diikuti oleh perubahan tingkah laku yang nyata. Hasil dari proses belajar relatif lama dan menetap. Belajar juga mempengaruhi seseorang (mahasiswa)  dalam bertingkahlaku, yaitu perubahan dalam cara berpikir, cara merasa, dan cara melakukan sesuatu. Oleh karena itu peran mahasiswa dalam mengatasi dan mengurangi korupsi adalah belajar untuk bertindak jujur, terbuka, rendah hati, dan menerima diri yang disertai oleh perubahan yang nyata dalam bertindak. Sehingga ketika mendapat kesempatan untuk memimpin kita bisa membawa perubahan bagi bangsa Indonesia dan ketika diberi kesempatan untuk korupsi, kita bisa berpikir berulang-ulang dan bertindak mana yang sesuai dengan kata hati nurani dan yang bermoral dan beradab.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Manggarai: Tombo ca anak koe ata oke le eman

Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik

HUKUM ADAT SUKU ASMAT