Masalah Hukum Atau Masalah Sosial Yang Dilakukan Polisi Lalu Lintas

Masalah Hukum Atau Masalah Sosial Yang Dilakukan Polisi Lalu Lintas (Polantas)
I.     Pendahuluan
            Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (Pasal 5 ayat [1] UU 2/2002). Sehubungan dengan lalu lintas jalan, dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b UU 2/2002 ditegaskan bahwa Polri bertugas menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan.
            Terlepas dari peran dan tugas yang diterangkan di atas ternyata masih ada anggota Polantas yang bertindak tidak sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya. Hal ini tidak hanya menimbulkan masalah bagi efektivitas kerja para polantas, tetapi juga menjadi masalah bagi masyarakat banyak. Tindakan sebagian Polantas yang tidak menjaga wibawa hukum menyita perhatian banyak pihak. Hal ini dikarenakan persoalan tersebut menjerat banyak orang serta terjadi selama kurun waktu yang cukup lama. Menjerat banyak pihak artinya bahwa hampir setiap orang masuk dalam persoalan itu atau terpengaruh oleh persoalan itu.
            Di indonesia, indakan tidak terpuji yang dilakukan oleh anggota Polisi Lalu Lintas selama menjalankan tugasnya bukan hanya terjadi di suatu tempat tertentu, melainkan hampir di setiap tempat. Persoalan ini bisa dilihat sebagai masalah hukum, karena berhubungan dengan aturan undang-undang yang dilanggar oleh pihak tertentu. Selain sebagai masalah hukum, persoalan ini juga dapat dikaji sebagai masalah psikologi, karena berhubungan dengan tingkah laku dan kepribadian manusia.
Oleh karena itu, maka sangat tepat kalau persoalan dalam dunia kepolisian lalu lintas dapat dijadikan contoh kasus yang bisa dikaji dalam ilmu psikologi hukum. Psikologi hukum dapat diartikan sebagai studi psikologi yang mempelajari ketidakmampuan individu untuk melakukan penyesuaian terhadap norma hukum yang berlaku atau tidak berhasilnya mengatasi tekanan-tekanan yang dideritamya. (Damang: 2012)
Dalam tulisan sederhana ini, kami ingin menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anggota Polantas melakukan tindakan di luar peraturan yang sesungguhnya. Secara khusus bagaimana mengkaji masalah yang dilakukan polantas dari sudut pandang psikologi hukum. Sebelum mengkaji faktor-faktor penyebabnya, terlebih dahulu kami mencoba menjelaskan tugas dan fungsi Kepolisian menurut Undang-Undang.

II.     Tugas dan Fungsi Kepolisian
Fungsi kepolisian adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian (POLRI) terkait erat dengan Good Governance, yakni sebagai alat Negara yang menjaga kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyrakat yang diperoleh secara atributif melalui ketentuan Undang-Undang (pasal 30 UUD 1945 dan pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI).
Sehubungan dengan lalu lintas jalan, dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b UU 2/2002 ditegaskan bahwa Polri bertugas menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan. Petugas Polisi lalu lintas di jalan raya mengemban fungsi preemtif, preventif dan represif dalam pelaksanaan tugas pokok kepolisian yaitu menjaga Kamseltibcarlantas, menegakkan hukum dan melayani serta mengayomi masyarakat khususnya di jalan raya. Salah satu tugas Polisi lalu lintas yaitu melakukan patroli lalu lintas yang bertujuan untuk mengawasi kelancaran lalu lintas, menindak pelanggaran lalu lintas, melakukan pengejaran terhadap pelanggar hukum dan memberikan bantuan komunikasi tekhnis dan pelayanan bagi pemakai jalan.
Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Pelayanan kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya.
III.          Masalah yang Dilakukan oleh Polantas
Sebelumnya perlu dipahami bahwa tulisan ini hanya melihat sisi negatif yang dilakukan polantas, tanpa mengabaikan tindakan-tindakan terpuji dan membangun di sisi lain. Dengan kata lain, penilaian ini hanya melihat segi negatif dari aparat kepolisian, khususnya polisi lalu lintas. Jika ditinjau dengan teliti dan cermat, ada banyak persoalan atau masalah yang dilakukan polisi dapat melemahkan wibawa hukum, meragukan kepastian hukum dan yang meresahkan banyak pihak dan para pengguna jalan raya. Masalah-masalah yang dimaksud diantaranya; Penilangan tidak beraturan, menerima suap dari para pelanggar lalu lintas, bersikap sewenang-wenang dalam menindak para pelanggaran lalu lintas, Melakukan pengejaran yang membahayakan orang yang dikejar dan para pengguna jalan lain, dan sering meminta uang lebih dari para pelanggar sebagai ganti atas pelanggaran yang dilakukannya. Berikut ini, sebuah cerita singkat yang menggambarkan tindakan tidak terpuji oleh aparat kepolisian lalu lintas selama menjalankan tugassnya.
Lampu lalu lintas berubah menjadi merah, tapi sebuah kendaraan terus memacu. Beberapa saat kemudian tampak mobil polisi mengejar, membunyikan sirene dan menerangi wajah pengemudi dengan lampu sorot. Kendaraan yang melaju pun menepi. Dua orang Polantas turun dari mobil dinasnya. Mereka langsung menghampiri pengemudi, menanyakan SIM dan STNK, ternyata pengemudi tidak membawa SIM. Polisi lalu menggeledah kendaraan tersebut.
Total denda yang diberikan polisi Rp. 125.000,-. Pengemudi mengaku salah dan berusaha menawar serta membayar tanpa surat tilang. Setelah ditawar denda menjadi Rp. 80.000,-. Dengan denda sebesar itu pun, Pengemudi tidak mampu membayar di tempat. Kedua polisi menawarkan diri mengawal pengemudi untuk mengambil uang di rumah dengan imbalan uang bensin Rp. 20.000. Akhirnya atas inisiatif salah seorang polisi, mereka menemani pengemudi ke ATM untuk mengambil uang tunai. Aksi kedua oknum polisi tersebut tidak berhenti sampai disini. Sebelum berpisah, salah seorang polisi meminta minyak wangi pengemudi yang dilihatnya sewaktu menggeledah mobil.
Cerita singkat di atas merupakan salah satu contoh praktik tidak terpuji dan yang melemahkan wibawa hukum oleh Polantas. Memang tidak semua Polantas berbuat seperti itu. Mereka dengan mudah disebut sebagai oknum yang merusak citra kesatuan. Polisi seharusnya berperan sebagai alat negara penegak hukum, pengayom, dan pembimbing masyarakat sebagaimana diamanahkan UU No. 28 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain berfungsi sebagai penegak hukum, Polisi juga mempunyai fungsi pelindung dan pelayanan masyarakat.

IV.     Mengapa Polisi Lalu Lintas Melanggar Aturan dalam Tugasnya?
Mungkin tidak tepat kalau dikatakan pasti bahwa tindakan tindakan tidak terpuji oleh polantas merupakan sebab dari ketidakpahaman mereka akan pentingnya menegakkan hukum secara baik dan benar. Mereka bertindak hanya untuk kepentingan sementara yang menguntungkan mereka sendiri. Sementara di sisi lain, tindakan itu tidak akan membuat orang jera atau bahkan tidak takut untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran serupa. Selain itu, ada  beberapa faktor lain:
!   Faktor Lingkungan Kepolisian Sendiri
Menurut kami, ada pengaruh yang sangat kuat dari lingkungan kepolisian itu sendiri yang menyebabkan Polantas melakukan tindakan di luar aturan atau prosedur hukum. Budaya yang buruk dalam lingkungan mereka sendiri adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi. Misalnya, Tindakan untuk mencari keuntungan dari tugas mereka di lapangan mungkin saja tidak mendapat kritikan dari anggota kepolisian yang lain, bahkan ikut berperan dengan anggota yang lain. Hal ini berhubungan dengan teori kepribadian yang dikemukan oleh John Locke, bahwa pengaruh lingkungan luar (diluar dirinya) mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan dengan faktor pembawaan. Hal ini berarti  tindakan yang dilakukan oleh anggota Polantas dapat disebabkan oleh lingkungan di sekitarnya. Selain itu, ada anggapan bahwa polisi selalu identik dengan uang, artinya bahwa mereka bekerja kalau ada uang  atau kalau mendapatkan uang dari tugasnya, di luar gaji yang telah ditetapkan. Maka teori dari Sigmund Freud tentang id, ego, dan superego dapat menjelaskan penyebabnya mengapa polantas bertindak di luar tugas dan wewenangnya. Unsur id yang dominan yang tidak dikendalikan oleh akal (ego) dan nurani (superego) menimbulkan nafsu untuk mendapatkan uang tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu, bagaimanapun caranya walaupun di luar prosedur seseorang bisa melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhannya.
!   Faktor Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat yang kurang mengerti dan memahami hukum memungkinkan para polantas (penegak hukum) sangat leluasa bertindak sewenang-wengang dan melanggar prosedur hukum. Selain itu, lingkungan masyarakat bermental instan, tidak menaati hukum, kesadaran hukum yang rendah, dan pemahaman akan pentingnya hukum merupakan faktor yang secara tidak langsung akan memudahkan Polantas bertindak di luar hukum.
!   Faktor Ekonomis
Faktor ekonomis yang dimaksud adalah karena keadaan keuangan yang tidak seimbang. Artinya pemasukan yang diperoleh dari gaji tidak seimbang dengan jumlah pengeluaran untuk kebutuhan hidup. Hal ini menimbulkan mental para polantas yang hanya mencari keuntungan dari tugasnya. Setelah mendapatkan uang yang cukup, kadang mereka tidak lagi memperhatikan para pelanggar lalu lintas. Artinya bahwa orientasi mereka hanya untuk mencapai target yang mereka inginkan. Akibatnya, mereka tidak melayani sungguh-sungguh atau hanya ingin mengumpulkan kekayaan. Unsur pelayanan, pengabdian, atau pendidikan tidak menjadi unsur pokok dalam tugas mereka yang suka bertindak melanggar prosedur.
V.     Kesimpulan
Setelah mempelajari tugas, peran dan fungsi kepolisian, khususnya Polantas, serta mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan melanggar oleh Polantas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa tindakan seseorang, siapa pun dia, selalu dipengaruhi banyak faktor. Dalam masalah hukum pun, tindakan muncul karena dipengaruhi banyak faktor yang saling mempengaruhi. Komunitas, Lingkungan tempat tinggal, atau pun keadaan psikologis adalah beberapa faktor yang bisa mempengaruhi tindakan seseorang. Maka, aturan resmi yang ketat dan sistematis sekalipun tidak akan menjamin ditaatinya aturan itu, kalau faktor-faktor lain tidak ikut mendukungnya.
Unsur psikologi adalah bagaian yang utama di dalam hukum. Maka, kajian dari unsur psikologi sangat penting untuk memahami tindakan seseorang terhadapa hukum. Seorang ahli filsafat hukum Leon Petrazycki (1867-1931) menggarap unsur psikologi dalam hukum dengan meletakkannya sebagai unsur utama. Unsur psikologi memberikan penjelasan yang lengkap dan akurat mengenai perilaku manusia, tujuan utama hukum adalah mengatur perilaku manusia.
Oleh karena itu, dalam mengkaji masalah hukum kita perlu mengkaji unsur psikologis yang ada di dalamnya. Dalam masalah yang dilakukan polantas, ada banyak unsur psikologis yang mempengaruhi, salah satunya adalah tekanan dari dalam untuk memenuhi kebutuhan hidup.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Manggarai: Tombo ca anak koe ata oke le eman

Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik

HUKUM ADAT SUKU ASMAT