PENCULIKAN ANAK DAN TEKNIK INTEROGASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Penculikan
adalah salah satu kejahatan modern yang paling menarik, karena efek psikologis
pada tawanan, para penculik dan keluarga tawanan. Penculikan terhadap anak
adalah tindak kejahatan yang sangat meresahkan karena mengorbankan anggota
masyarakat yang paling tidak berdosa dan paling mampu mempertahankan diri (Mark Constanzo, 2008;307). Hal ini merupakan
alasan yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan kejahatan terhadap anak, terutama karena anak-anak tidak
mampu mempertahankan diri menghadapi mereka (penculik). Kasus penculikan
terhadap anak adalah salah satu bentuk kejahatan yang marak dilakukan
orang-orang dewasa.
Maraknya
kejahatan terhadap anak seringkali terjadi karena ada kesulitan untuk
mengungkapkan pelaku kejahatan itu. Mengungkap penculikan anak tidaklah
semudah yang dibayangkan. Thriller "Prisoners" menggambarkan
betapa emosi orangtua kadang menyulitkan penyelidikan. Selain emosi, faktor
yang paling menghambat dalam mengungkapkan kejahatan sebagaimana yang
digambarkan film Prisoners adalah sulitnya mendapatkan pengakuan bersalah dari tersangka.
Analisis
yang cermat terhadap tempat kejadian perkara (TKP) mungkin dapat memberikan
bukti-bukti fisik, tetapi arahan dan bukti-bukti yang diungkap dengan menanyai
saksi dan tersangkalah yang seringkali menimbulkan keyakinan akan kesalahan
tersangka. Jika polisi yakin bahwa seseorang bertanggung jawab atas sebuah
tindakan kejahatan artinya, jika orang itu adalah seorang tersangka maka tujuan
menanyainya adalah untuk mendapatan pengakuan bersalah darinya (Mark
Constanzo, 2008;49).
Tugas
polisi adalah menemukan orang yang melakukan tindak kejahatan dan mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk
mendukung keyakinan mereka akan kesalahan tersangka (Mark Constanzo, 2008;49).
Berhubungan dengan kasus penculikan dalam film “Prisoners”, Detektif
Loki, tidak menemukan cukup bukti untuk menjerat sopir karavan, yaitu pemuda
bernama Alex Jones. Oleh karena itu, Detektif Loki bersama kedua orangtua anak
yang diculik terus menerus mendesak tersangka, Alex Jones, untuk mengakui
perbuatannya dan memberitahukan dimana anak-anak mereka dibawa.
Karena
tidak puas dengan kerja Detektif Loki, Keller Dover bertindak main hakim
sendiri. Bersama ayah Joy, Franklin, Keller berusaha menginterogasi Alex secara
ekstrim. Dengan menyekap dan menyiksanya, Keller menemukan beberapa petunjuk
lewat pengakuan Alex. Di lain pihak, Detektif Loki punya cara sendiri untuk
menjerat pelaku. Bermodal kemampuan investigasi, polisi muda itu mencoba
menghubungkan dengan kasus-kasus penculikan dan pedofilia. Dia justru
mencurigai anak muda yang sering membeli baju anak-anak di mal.
Usaha
untuk mendesak pengakuan dari Alex Jones terus dilakukan oleh kedua orangtua
korban penculikan itu. Mereka menggunakan cara kekerasan untuk mendesak Alex
Jones segera mengaku dan memberitahukan keberadaan anak-anak mereka. Tindakan
kekerasan yang dilakukan Ayah Anna, Keller Dover terhadap tersangka merupakan
tindakan yang tidak dibenarkan jika ditinjau dari teknik-teknik interogasi yang
dilakukannya.
Sejak
tahun 1961, pengakuan bersalah secara umum dianggap tidak dapat diterima jika
dinilai merupakan hasil paksaan berupa siksaan fisik, deprivasi tidur atau
makanan, isolasi dalam jangka panjang, ancaman kekerasan, janji mendapat
hukuman yang lebih ringan, atau janji dibebaskan dari tuntutan (Mark
Constanzo, 2008; 54).
Dalam
tulisan ini akan diuraikan mengenai teknik-teknik interogasi untuk mendapatkan
pengakuan bersalah atau pernyataan bersalah dari terdakwa atau pelaku
kejahatan. Sebelum membahas mengenai teknik-teknik tersebut, terlebih dahulu
diuraikan mengenai penculikan anak dan sebab-sebabnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Definisi Penculikan
Penculikan
adalah tindakan menangkap, melarikan, dan menahan seseorang di luar kehendaknya
melalui paksaan, melalui tipuan, atau intimidasi. Penculikan
adalah kejahatan yang memiliki beberapa unsur pokok yakni;
1. Pertama,
membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya
sementara. Misalnya dibawa pergi dari rumahnya atau tempat kostnya atau dari
rumah tempatnya menumpang (misalnya rumah keluarganya).
2. Unsur yang
kedua : membawa pergi itu dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan
hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau untuk membuat dia
dalam keadaan sengsara. Artinya selain dibawa pergi diluar kehendak korban, hal
itu juga dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum, misalnya
diancam, dipaksa, dibohongi dsb.
3. Sering juga
menjadi perhatian masyarakat adalah penculikan anak. Ini diatur dalam pasal 330
KUHP dan pasal 83 UU Perlindungan anak. Bunyi pasal 330 KUHP “Barangsiapa
dengan sengaja menarik seseorang yang belum cukup umur, dari kekuasaan yang
menurut undang-undang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang
berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara maksimal 7 tahun”.
4. Menarik
orang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut UU ditentukan atas
dirinya itu berarti : melepaskan anak itu dari suatu kekuasaan yang sah,
misalnya kedua orang tuanya atau wali atau kekuasaan pemerintah yang
sedang membina anak yang dijatuhi tindakan karena melakukan tindak pidana.
5. Pada
dasarnya kedua orang tualah yang memiliki kekuasaan terhadap anak, kecuali ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan salah satu orang tua dicabut
kekuasaannya terhadap anak, misalnya karena sangat melalaikan kewajibannya
terhadap anak atau berkelakuan sangat buruk.
2.2.
Penculikan Anak
Membebankan
kejahatan kepada anak yang tidak bersalah secara berkesinambungan baik sengaja
maupun tidak disengaja merupakan tindakan kejahatan moral atau kejahatan
kemanusiaan. Salah satu bentuk yang merupakan kejahatan kemanusian adalah
penculikan atau melarikan seorang anak dengan maksud tertentu misalnya untuk
dibunuh, atau disandera untuk minta tebusan kepada orang terdekat dari si anak
(orang tua si anak). Kasus penculikan yang melibatkan anak-anak bisa dijadikan
sebagai salah satu tindakan yang dapat menimbulkan masalah pada perkembangan
emosi dan kejiwaan mereka. Sebab penculikan dapat menimbulkan trauma mendalam
yang terbawa hingga si anak sampai pada masa selanjutnya, yaitu remaja atau
dewasa. (Dewi Trismahwati, dalam Harian Rakyat Aceh, 29 Agustus 2007).
Anak
butuh kasih sayang dari orang tua atau keluarganya untuk hidup, tumbuh dan
berkembang secara wajar dan layak dalam mengejar masa depannya. Apapun alasan
dari kejahatan penculikan anak, berarti perbuatan tersebut telah melanggar
ketentuan pidana dan merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia pula.
2.3.
Tujuan Penculikan
Ketua Komisi Nasional Perlindungan
Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, mengatakan, setidaknya ada empat tujuan
kuat mengapa pelaku melakukan penculikan. Pertama, penculikan yang bertujuan
untuk praktik adopsi ilegal. Kedua, latar belakang untuk tebusan. Ketiga,
eksploitasi ekonomi dan keempat, penculikan anak yang nanti
dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) anak.
2.5. Teknik
Interogasi untuk mendapatkan Pengakuan Bersalah
Untuk
pelbagai alasan, polisi lebih menyukai pengakuan bersalah dibanding bukti-bukti
dalam bentuk lain. Pertama,
pengakuan bersalah menghemat waktu. Persidangan tidak perlu digelar karena
tersangkan yang mengaku bersalah
biasanya diputuskan bersalah. Proses pengumpulan bukti, menganalisis
bukti-bukti, dan menemukan serta menanyai saksi-saksi, yang berjalan lamban dan
membosankan dapat dipersingkat atau bahkan dihindari. Kedua, yang paling penting, sebuah pengakuan bersalah adalah hal
terdekat yang diperoleh penuntut untuk menguatkan tuduhannya. Pengakuan
bersalah menempatkan tersangka pada jalur cepat menuju keputusan bersalah (Mark
Constanzo, 2008;50).
Mendapatkan
pengakuan bersalah dari pelaku kejahatan atau tersangka tidaklah mudah. Oleh
karena dibutuhkan taktik-taktik atau langkah-langkah yang panjang untuk
mendapatkan bukti yang benar dan menerima pengakuan bersalah. Ada sembilan
langkah interogasi menurut pendekatan Inbau, Reid, Buckley, dan Jayne.
ü Langkah
pertama, interogator menghadapi tersangkaa dengan ringkasan
tindak kejahatan dan bukti-bukti (riil atau tiruan) yang menunjukan bahwa ia
terlibat dalam tindak kejahatan yang dimaksud.
ü Langkah
kedua, interogator menawarkan beberapa kemungkinan excuses
(alasan yang dapat dimaklumi) untuk
tindak kejahatan yang dimaksud kepada tersangka. Tujuannya adalah memberikan
kesempatan kepada tersangka untuk menempatkan beban moral atas kesalahan itu
kepada orang lain.
ü Langkah
ketiga, interogator secara persisten memotong pernyataan
tersangka yang berusaha mengingkari keterlibatannya dalam tindak kejahatan yang
dimaksud, lalu kembali ke moral excuses
yang sebelumnya ditawarkan.
ü Langkah
keempat adalah mengatasi penjelasan yang ditawarkan tersangka
untuk mendukung pengingkarannya. Misalnya, seorang yang dituduh terlibat
perampokan bersenjata mungkin menyatakan bahwa ia tidak memiliki senjata api,
atau bahwa ia tidak membutuhkan uang, atau bahwa sikap religiusnya yang kuat
mencegahnya untuk melakukan tindak kejahatan semacam itu.
ü Langkah
kelima adalah upaya mengembalikan fokus perhatian tersangka,
yang mungkin menarik diri setelah menjalani proses interogasi yang panjang dan
intensif. Pada tahap ini, petugas harus tampak tulus dan memahami. Ia mungkin
mendekati tersangka dan menyentuhnya, misalnya menepuk bahunya atau jika
tersangkanya perempuan, memegang tangannya dengan lembut.
ü Saat
prosesnya mencapai langkah keenam, tersangka biasanya menunjukkan tanda-tanda
“menyerah” dan interogator disarankan untuk mempertahankan kontak-mata dengan
tersangka dan menggerakkannya ke arah pengakuan bersalah.
ü Langkah
ketujuh adalah menyusun kembali isunya menjadi sebuah
pilihan: melakukan tindak kejahatan dimaksud dengan alasan yang kuat atau
melakukan tindak kejahatan dimaksud tanpa alasan yang kuat.
ü Langkah
kedelapan adalah mendapatkan pengakuan bersalah penuh.
ü Langkah
kesembilan adalah menuliskan pengakuan bersalah lalu tersangka
diminta menandatanganinya (Mark Constanzo, 2008; 59-60).
Selain
itu dalam analisis terhadap taktik-taktik interogasi, Saul Kassin dan Karlyn
McNall (1991) mengindentifikasikan dua strategi dasar yang digunakan oleh
petugas polisi, yaitu maksimalisasi
dan minimalisasi. Maksimalisasi dilakukan dengan
menekankan kekuatan bukti-bukti yang memberatkan terdakwa dan mengatakan kepada
terdakwa bahwa hukumannya mungkin sangat berat jika ia tidak mau mengaku tindak
kejahatannya. Minimalisasi dilakukan
dengan mengatakan terhadap tersangka bahwa tindak kejahatannya dapat dipahami
dan dapat dibenarkan. Kedua macam strategi ini menghindari janji-janji
keringanan hukuman yang bersifat langsung. Maksimalisasi menyiratkan ancaman
hukuman berat dan minimalisasi menyiratkan janji keringanan hukuman (Mark
Constanzo, 2008; 61).
2.6. Pengakuan Bersalah Palsu
Kita
tidak tahu – dan mungkin mustahil untuk mengetahui – berapa banyak pengakuan
bersalah yang sebenarnya palsu. Banyak terdakwa diputuskan bersalah hanya
berdasarkan pengakuan bersalahnya semata. Sebagian diantara mereka yang
menyatakan di dalam dan setelah persidangan bahwa pengakuan bersalah mereka
sebenarnya palsu – pengakuan bersalah itu adalah hasil tipuan, intimidasi, dan
penganiayaan yang dilakukan polisi terhadapnya. Kadang-kadang pengakuan
bersalah tersebut kelak terbukti palsu
ketika bukti-bukti fisik membuktikan bahwa si pembuat pengakuan bersalah
sebenarnya tidak bersalah atau menunjuk pelaku kejahatan yang sebenarnya.
Tetapi, yang jauh lebih sering terjadi, pengakuan bersalah itulah yang dipakai.
Biasanya mustahil untuk mengetahui apakah orang yang menyatakan dirinya tidak
bersalah benar-benar tidak bersalah. Karena kesulitan ini, estimasi untuk
pengakuan bersalah palsu amat sangat bervariasi, yaitu dari hanya 30 sampai 600
kasus per tahun (Kassin, 1997), (Mark Constanzo, 2008; 65).
Hal yang
benar-benar kita ketahui adalah bahwa sebagian besar pengakuan bersalah palsu
itu adalah pengakuan bersalah yang diperoleh dari orang-orang yang lemah
terhadap tekanan situasional yang kuat. Tersangka bisa tidak berdaya atau lemah
karena pelbagai macam sebab. Mereka mungkin masih muda, mudah didominasi, di
bawah pengaruh obat-obatan, bersikap submisif terhadap penguasa, memiliki
kecerdasan rendah, mengalami gangguan jiwa, kurang tidur, atau ketakutan (Mark
Constanzo, 2008; 66)
BAB
III
ANALISIS
3.1.
Analisis Berdasarkan Teori-teori Kepribadian
3.1.1. Teori
Psikoanalisa
Menurut teori ini kepribadian seseorang terdiri atas
tiga sistem utama, yaitu ID, EGO, dan SUPER EGO. ID adalah sistem utama
kepribadian yang berisi segala hal yang bersifat psikologis yang diturunkan dan
sudah ada sejak lahir. EGO berkembang karena adanya kebutuhan organisme untuk
mengadakan hubungan yang sesuai dengan lingkungan yang obyektif dan nyata.
Tugas ego adalah mengekang dan mengontrol
kekuatan-kekuatan dari id dan menjamin kelancaran interaksi individu dengan
dunia sekelilingnya;
SUPER EGO adalah bagian kepribadian yang mewakili unsur nilai dan harapan-harapan masyarakat dan budaya yang telah diserap seorang anak pada masa mudanya melalui hubungan dengan kedua orangtuanya. SUPER EGO merupakan unsur moral dari kepribadian yang dilengkapi dengan hati nurani dan ego ideal. Super Ego berfungsi untuk menghambat impuls-impuls yang berasal dari ID, terutama impuls negatif yang tidak dikehendaki masyarakat. Superego, adalah fungsi mental yang disebut sebagai hati nurani dan merupakan alat keseimbangan (Abdul Djemali, 1984; 81-84).
SUPER EGO adalah bagian kepribadian yang mewakili unsur nilai dan harapan-harapan masyarakat dan budaya yang telah diserap seorang anak pada masa mudanya melalui hubungan dengan kedua orangtuanya. SUPER EGO merupakan unsur moral dari kepribadian yang dilengkapi dengan hati nurani dan ego ideal. Super Ego berfungsi untuk menghambat impuls-impuls yang berasal dari ID, terutama impuls negatif yang tidak dikehendaki masyarakat. Superego, adalah fungsi mental yang disebut sebagai hati nurani dan merupakan alat keseimbangan (Abdul Djemali, 1984; 81-84).
Jadi, menurut teori ini suatu tindakan menyimpang
atau tindak kejahatan merupakan akibat lemahnya fungsi sistem SUPER EGO yang
ada dalam diri pelaku. Lemahnya fungsi SUPER EGO mengakibatkan kecenderungan
seseorang untuk berperilaku menyimpang semakin besar. Hal ini karena ia hanya
mengedapankan Id dan Ego dan tidak mengedepankan hati nurani yang merupaka
bagian dari sistem super ego.
Tindakan penculikan anak sebagaimana yang
digambarkan dalam film Prisoners merupakan akibat lemahnya peran super ego
dalam diri pelaku. Pelaku kejahatan hanya mengedepankan kebutuhan mereka tanpa
melihat apakah kebutuhan itu melanggar norma yang ada dalam masayarakat atau
tidak.
3.1.2. Teori Behaviourism
Behaviourism bertolak dari anggapan bahwa hampir
semua tingkah laku adalah hasil belajar dan diubah dengan belajar. Melalui
belajar (learning) seseorang akan memiliki pengetahuan, bahasa, sikap, nilai,
ketrampilan, ketakutan, sifat dan kemampuan untuk mawas diri. Dalam meninjau
kepribadian, Skinner, salah seorang tokoh ajaran tingkah laku ini,
menitikberatkan pandangannya kepada
tingkah laku yang tampak, obyektif, dan dapat diuji secara empiris (Abdul Djemali, 1984; 85-87).
Teori ini menekankan bahwa tindakan seseorang
merupakan hasil belajar. Berkaitan dengan kasus penculikan anak dalam film
Prisoners dapat dipahami bahwa tindak kejahatan yang dilakukan oleh Alex Jones
secara langsung merupakan hasil belajarnya bersama bibinya, Holly Jones. Sejak
kecil Alex dibesarkan bersama Holly Jones yang mempunyai kebiasaan menculi
anak-anak. Dapat dibayangkan bahwa jika seseorang sejak kecil hingga masa
dewasa hidup dalam lingkungan tertentu dimana orang-orang di dalamnya cenderung
berperilaku menyimpang maka nilai-nilai menyimpang perlahan-lahan mempengaruhi setiap
orang di dalamnya. Dengan kata lain,
seseorang secara pelan-pelan mempelajari apa yang dominan mempengaruhi
lingkungannya dan kemudian hasil belajar itu mempengaruhi tingkah laku
seseorang.
3.1.3. Phenomenological
Theory
Dalam teori kepribadian, kelompok humanistic mempunyai dasar pandangan ‘phenomenology’. Menurut teori ini, yang
dianggap penting untuk diketahui tentang manusia adalah ‘pengalaman seseorang
yang sifatnya subyektif’. Rogers mengemukakan bahwa tingkah laku sepenuhnya
tergantung kepada bagaimana seseorang mengamati dunianya. Tingkah laku itu sebagai akibat dari kejadian-kejadian
sesaat dari pengamatan yang diberi makna oleh seseorang (Abdul Djemali, 1984; 87-88).
Hasil pengamatan seseorang terhadap dunianya
mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupannya. Pengamatan yang dilakukan oleh
pelaku kejahatan terhadap dunia menyebabkan dia bertindak jahat. Penculikan
anak yang digambarkan dalam film ‘Prisoners” merupakan hasil dari pengamatan
yang salah oleh para pelaku terhadap dunia. Artinya bahwa mereka berpandangan
bahwa anak-anak menjadi objek yang tepat sebagai jalan untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka.
3.2.
Analisis
Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pribadi Manusia
3.2.1. Menurut
Kaum Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh SCHOUPENHOUR, yang berpendapat
bahwa faktor bawaan lebih kuat dibanding faktor luar. Aliran ini didukung oleh
aliran Naturalisme yang dipelopori oleh J.J. ROUSSEAU, yang berpendapat bahwa
‘segala yang suci dari tangan Tuhan, rusak di tangan Manusia’. Seorang anak
sejak lahir berada dalam keadaan suci, tetapi akibat dididik manusia lain
justru menjadi rusak. Dirinya kenal kejahatan, penyelewengan, mencuri, korupsi
dan lainnya (Abdul Djemali, 1984; 71-72).
Tindakan kejahatan yang dilakukan para penculik
membuktikan bahwa faktor bawaan pada diri manusia padahal tidak lebih kuat dari
faktor luar yang diterimanya. Maka teori dari kaum Nativisme tidak cocok jika
digunakan untuk menganalis tindak kajahatan yang dilakukan oleh para penculik.
Alasannya, tindak kejahatan pada umumnya dipengaruhi oleh faktor luar
(lingkungan dan orang-orang di luar dirinya).
3.2.2. Menurut
Kaum Empirisme
Aliran ini dipelopori oleh JOHN LOCKE yang menentang
Nativisme dengan teori Tabula Rasa. JOHN LOCKE berpendapat bahwa ‘sejak lahir
anak masih bersih seperti tabula rasa dan baru akan dapat berisi kalau dirinya
menerima sesuatu dari luar melalui alat inderanya; karena itu pengaruh dari
luar lebih kuat dibanding pembawannya’.
Aliran iini didukung oleh J.F. HERBART dengan teori
Psikologi asosiasinya, berpendapat bahwa ‘jiwa manusia sejak lahir masih
kosong’. Jiwa itu akan berisi kalau alat inderanya dapat menangkap sesuatu
kemudian oleh urat syarafnya masuk dalam jiwa dengan kesadarannya. Di dalam
kesadaran ini hasil yang ditangkap tadi meninggalkan bekas dan disebut
‘tangapan’. Makin lama indera dapat menangkap rangsang dari luar akan bertambah
banyak meninggalkan tanggapan. Di dalam kesadaran itu tanggapannya akan
tarik-menarik dan tolak-menolak. Yang tarik menarik merupakan tanggapan sejenis
dan yang tolak-menolak merupakan tanggapan tidak sejenis (Abdul Djemali, 1984; 72).
Berdasarkan teori ini maka tindak kejahatan yang
dilakukan oleh Alex Jones adalah hasil tanggapan yang diterimanya melalui alat
indera. Sebagaimana diketahui bahwa Alex Jones adalah korban penculikan pertama
dan ia dibesarkan bersama dengan bibinya yang sering melakukan tindak
kejahatan, khususnya penculikan terhadap anak. Maka, selama bertahun-tahun
bersama bibinya, Holly Jones, ia menerima banyak banyak hal yang berasal dari
luar dirinya. Walaupun Alex memiliki kepribadian yang baik di masa kecil, namun
karena banyak menerima hal-hal buruk melalui alat inderanya, perlahan-lahan ia
menjadi pribadi yang berperilaku menyimpang.
3.2.3. Menurut
Teori Convergensi
Aliran ini memadukan kedua aliran yang bertentangan
(nativisme dan empirisme) dan berpendapat bahwa ‘kedua kekuatan itu sebenarnya
terpadu menjadi satu dalam pengaruh-mempengaruhi’. Bakat yang ada pada anak
kemungkinan tidak berkembang kalau tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang
ada pada lingkungannya. Dan pengaruh dari lingkungan tidak ada manfaatnya kalau
tidak jiwa tidak menanggapi (Abdul Djemali, 1984; 72-73).
Menurut teori convergensi, tindak kejahatan adalah
hasil pengaruh-mempengaruhi antara faktor bawaan dan faktor luar. Faktor bawaan
yang ada sejak lahir dipengaruhi oleh faktor luar dan keduanya saling
mempengaruhi sehingga muncul satu bentuk tindakan yang dihasilkan.
Jika dilihat berdasarkan teori ini, maka tindak
kejahatan terhadap anak yang digambarkan dalam film ‘prisoners’ adalah tindakan
yang dibuat karena ada perpaduan antara faktor bawaan dan faktor luar yang
mendorong pelaku. Faktor bawaannya adalah kondisi mental dan kecerdasan yang
rendah pada diri Alex Jones, sedangkan faktor luarnya adalah pengaruh dari bibi
pengasuhnya, Holly Jones. Saling mempengaruhi antara kedua faktor tersebut
adalah tindakan kejahatan atau penculikan anak yang dilakukan oleh alex jones.
3.2.4. Faktor
sugesti
Sugesti memegang peranan penting dalam kelansungan
iinteraksi sosial. Sugesti adalah tanggapan dan pikiran tertentu yang diterima seseorang tanpa kritik. Yang
menjadi ciri utama sugesti adalah pikiran dan tanggapan yang menerima.
Tanggapan atau pikiran itu sering mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh lainnya.
Sugesti yang terjadi itu dapat berupa; sugesti karena hambatan berpikir,
sugesti karena pikiran yang terpecah-pecah,
sugesti karena otoritas atau prestise, sugesti karena mayoritas, dan
sugesti karena keinginan untuk menyakini (Abdul Djamali, 1984: 98-100)
Sugesti yang terjadi pada orang yang melakukan
tindak kejahatan, dalam konteks ini, kasus penculikan anak dalam film
Prisoners, adalah sugesti karena hambatan berpikir dan sugesti karena pikiran
terpecah-pecah. Sugesti karena hambatan berpikir terjadi karena pelaku (Alex
Jones) menerima saja hal-hal yang dianjurkan oleh orang lain (Holly Jones)
karena daya berpikirnya sudah lelah atau proses berpikirnya sedang mengalami
rangsang emosional. Sugesti karena pikiran terpecah-pecah terjadi karena pelaku
dalam keadaan bingung, karena pikirannya terpecah-pecah.
3.3.
Analisis Berdasarkan Teknik-teknik
Interogasi
Berdasarkan teknik-teknik interogasi yang dijelaskan
di bab ii, ada tujuh teknik interogasi dan dua strategi yang dilakukan polisi
atau interogator untuk mendapatkan pengakuan bersalah dari tersangka atau pelaku
kejahatan. Berkaitan dengan kasus penculikan anak dalam film “Prisoners”, ada
beberapa langkah yang dipakai oleh Detektif Loki dan Kedua orangtua Anna dan
Joy.
ü Langkah
pertama, interogator menghadapi Alex dengan ringkasan tindak
kejahatan dan bukti-bukti yang menunjukan bahwa ia terlibat dalam tindak
kejahatan yang dimaksud. Salah satu bukti yang menyakinkan polisi adalah adanya
mobil Karavan yang parkir dekat TKP. Mobil itu sebelum anak-anak hilang masih
berada di depan rumah, tetapi setelah Anna dan Joy hilang mobil Karavan itu
juga tidak dilihat lagi.
ü Langkah
kedua, interogator secara persisten memotong pernyataan
tersangka yang berusaha mengingkari keterlibatannya dalam tindak kejahatan yang
dimaksud, lalu kembali ke moral excuses
yang sebelumnya ditawarkan. Langkah ini dilakukan oleh detektif Loki ketika
mencoba menginterogasi tersangka (Alex Jones). Polisi memotong penjelasan yang
ditawarkan tersangka untuk mendukung pengingkarannya. Detektif Loki berusaha
mengatasi pernyataan Alex yaitu bahwa dia tidak mengenal Anna dan Joy, dia
tidak menculik anak-anak itu, dan berpura-pura tidak mengetahui kasus
penculikan yang terjadi. Dalam proses
interogasi berkali-kali detektif Loki memotong pernyataan Alex yang ingin
mengingkari keterlibatannya dalam kasus penculikan anak.
ü Langkah
ketiga adalah upaya mengembalikan fokus perhatian tersangka,
yang mungkin menarik diri setelah menjalani proses interogasi yang panjang dan
intensif. Langkah inilah yang dilakukan oleh ibu Joy sebelum Alex disekap dalam
ruang yang gelap dan sempit. Ibu Joy melakukan pendekatan untuk mengembalikan
perhatian tersangka dan menanyakan keberadaan anaknya. Namun, langkah ini
ternyata tidak berhasil karena Alex memanfaatkan kebaikan Ibu Joy, sehingga
hampir meloloskan diri dari rumah Keller Dover.
ü Langkah
keempat adalah menyekap
Alex dalam ruangan tertutup yang sempit dan gelap. Langkah ini dibuat dengan
maksud agar Alex segera mengakui perbuatannya dan memberitahukan keberadaan
Anna dan Joy. Selama proses ini, Keller Dover putus asa karena belum
mendapatkan pengakuan bersalah dari Alex. Tetapi pada akhirnya karena terus
ditekan maka Alex memberitahukan nama tempat dimana Anna dan Joy dibawa.
ü Langkah
kelima adalah
mendapatkan pengakuan bersalah penuh. Sebelum mendapatkan pengakuan bersalah,
polisi dan kedua orangtua korban berusaha untuk menemukan dalang di balik kasus penculikan tersebut.
Pada akhirnya mereka yakin bahwa bibi Alex, Holly Jones, merupakan tokoh utama
yang melakukan penculikan terhadap anak-anak di Amerika.
Selain itu dalam analisis terhadap taktik-taktik
interogasi, Saul Kassin dan Karlyn McNall (1991) mengindentifikasikan dua
strategi dasar yang digunakan oleh petugas polisi, yaitu maksimalisasi dan minimalisasi.
Maksimalisasi dilakukan dengan menjelaskan
adanya bukti-bukti yang kuat akan keterlibatan Alex dalam kasus penculikan anak.
Salah satu bukti yang kuat adalah adanya kesamaan antara lirik lagu yang
dinyanyilan Alex Jones dengan lagu yang sering dinyayikan Anna dan Joy.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kasus penculikan terhadap anak
merupakan kejahatan yang paling marak dilakukan dewasa ini. Tindak kejahatan
ini dilakukan dengan berbagai tujuan, misalnya untuk praktik adopsi ilegal,
tebusan, eksploitasi ekonomi dan untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) anak.
Kasus penculikan terhadap anak
dipengaruhi oleh banyak faktor yang berasal dari dalam dan dari luar.
Faktor-faktor itu memberi pengaruh yang kuat terhadap pribadi seseorang karena
adanya proses belajar yang terjadi secara tidak langsung dan perlahan-lahan.
Tindakan kejahatan yang dilakukan seseorang kadang lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor luar daripada faktor bawaannya.
Usaha untuk
mengungkapan kasus penculikan tidaklah mudah karena ada berbagai hambatan.
Sulitnya mendapatkan pengakuan bersalah, emosi yang labil, dan kecemasan yang
menyelimuti keluarga korban adalah contoh hambatan yang dihadapi. Dalam film ‘Prisoners’ usaha polisi dan
orangtua untuk menemukan kembali anak-anak yang diculik berjalan alot. Hal itu
disebabkan lamanya proses interogasi untuk mendaatkan pengakuan bersalah.
Teknik-teknik interogasi telah dilakukan oleh polisi tetapi memakan waktu yang
lama untuk sampai langkah yang terakhir, yaitu ketika kasusnya terungkap.
4.2. Saran
·
Bagi orangtua; agar selalu mengawasi dan mengamati
anak-anak saat mereka bermain dan mengajarkan anak-anak untuk selalu bermain di
rumah dan berhati-hati terhadap orang asing.
·
Bagi polisi; agar lebih tanggap terhadap masalah
penculikan dan bekerja secara profesional dalam menemukan pelaku-pelaku
penculikan/kejahatan.
·
Bagi mahasiswa; agar semakin kritis menanggapi situasi
sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat dan mencoba mengkaji masalah sosial
itu dengan teori-teori yang diperolehnya.
Komentar