ANALISIS HUKUM DALAM KASUS PENIMBUNAN BBM ILEGAL DI BATAM

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia merupakan negara hukum”. Hal tersebut menunjukkan bahwasanya hukum memiliki peranan yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan bangsa dan Negara Indonesia. Maka selain adanya hukum yang bersifat umum, di indonesia pun juga mengatur terkait hukum pidana militer.
Di indonesia militer dipandang sebagai orang-orang khusus yang terdidik, dilatih dan dipersiapkan untuk bertempur. Terhadap mereka diberlakukan aturan-aturan yang khusus juga, yaitu yang kita kenal sebagai Hukum Pidana Militer. Hukum pidana militer merupakan suatu aturan hukum yang diberlakukan khusus untuk orang-orang yang berada dibawah nama besar “Tentara Nasional Indonesia”, yaitu hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan militer terhadap kaidah-kaidah hukum militer oleh seorang militer, dimana kejahatan militer itu sendiri dapat terdiri atas kejahatan militer biasa dan kejahatan perang. Hukum militer ialah suatu hukum yang khusus karena terletak pada sifatnya yang keras, cepat, dan prosedur-prosedurnya yang berbeda dengan prosedur-prosedur yang berlaku dalam hukum yang umum.
Namun, adanya pembedaan hukum yang berlaku antara sipil dan militer kemudian menimbulkan persoalan, terutama ketika ada pelanggaran yang dilakukan melewati batas wilayah hukum yang sudah diatur. Dalam konteks ini, pelanggaran yang dilakukan oleh militer di dalam wilayah hukum pidana sipil. Contohnya, kasus penimbunan BBM ilegal di Batam, Kepulauan Riau yang melibatkan anggota TNI.
Masalah yang berujung  bentrokan antara polisi dengan TNI di Batam itu bermula ketika adanya penggebrekan oleh anggota reserse bersama polisi di tempat penimbunan BBM yang dijaga oleh anggota TNI. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan  diuraikan tentang hukum apa yang berlaku bagi anggota TNI yang terlibat dalam penimbunan BBM ilegal itu.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Militer
Pengertian militer berasal dari bahasa Yunani “Milies“ yang berarti seseorang yang dipersenjatai dan siap untuk melakukan pertempuran-pertempuran atau peperangan terutama dalam rangka pertahanan dan keamanan. Militer adalah orang terdidik, dilatih dan dipersiapkan untuk bertempur. Oleh arena itulah  bagi mereka (militer) diadakan norma-norma atau kaidah-kaidah yang khusus, dimana mereka harus tunduk pada tata kelakuan yang ditentukan dengan pasti dan yang pelaksanaannya di awasi dengan ketat dan norma-norma/kaidah-kaidah khusus itulah yang terdapat di dalam hukum pidana militer yang dituangkan kedalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer.Yang dimaksud dengan Militer adalah: [1]
·         Mereka yang berikatan dinas sukarela pada Angkatan Perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut.
·         Semua sukarelawan lainnya pada Angkatan Perang dan para militer wajib, sesering dan selama mereka itu berada dalam dinas, demikian juga jika mereka berada diluar dinas yang sebenarnya dalam tenggang waktu selama mereka dapat dipanggil untuk masuk dalam dinas, melakukan salah satu tindakan yang dirumuskan dalam Pasal 97, 99, dan 139 KUHPM.
2.2. Pengertian Hukum Pidana Militer
Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya. Hukum Pidana Militer bukanlah suatu hukum yang mengatur norma, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh Prajurit TNI atau yang menurut ketentuan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit TNI.
Hukum Pidana Militer adalah bagian dari hukum positif yang berlaku bagi yustisiabel peradilan militer, yang menentukan dasar-dasar dan peraturan-peraturan tentang tindakan-tindakan yang merupakan larangan dan keharusan serta terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana, yang menentukan  dalam hal apa dan bilamana pelanggar dapat dipertanggungjawabkan  atas tindakannya dan menentukan juga cara penuntutan, penjatuhan pidana dan pelaksanaan pidana demi tercapainya keadilan dan ketertiban hukum.[2]
Pasal 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer menyebutkan bahwasanya dengan adanya hukum pidana militer bukan berarti hukum pidana umum tidak berlaku bagi militer, akan tetapi sebaliknya hukum pidana umum akan tetap berlaku selama tidak diatur dalam hukum pidana militer.
2.3. Obyek Hukum Pidana Militer
Dalam hukum pidana militer, mereka yang diberlakukan hukum militer atau hukum pidana militer adalah:[3]  
1)      Mereka yang dalam Angkatan Perang secara sukarela membuat ikatan dinas untuk diwajibkan terus-menerus dalam dinas yang sebenarnya, selama waktu seluruhnya dari ikatan dinas itu.
2)      Semua anggota sukarela lainnya dalam angkatan dan para militer wajib, sejauh mana atau selama mereka itu dalam dinas yang sebenarnya, demikian juga apabila mereka diluar yang sebenarnya dalam waktu mereka itu dapat dipanggil untuk dinas itu, melakukan yang diatur dalam Pasal 97, 99 dan 139 KUHP.
2.4. Jenis- Jenis Tindak Pidana Militer
Tindak pidana militer yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu tindak pidana militer murni dan tindak pidana militer campuran. Tindak pidana militer murni adalah suatu tindak pidana yang hanya dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus militer, sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana militer campuran adalah suatu perbuatan yang terlarang yang sebenarnya sudah ada peraturannya, hanya peraturan itu berada pada perundang-undangan yang lain.
Tindak pidana militer murni adalah tindakan-tindakan terlarang/diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya yang bersifat khusus atau karena suatu kepentingan menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.
Contoh: 
·         Tindak Pidana Desersi Pasal 87 KUHPM.
·         Insubordinasi Pasal 105-109 KUHPM.
Tindak pidana militer campuran adalah tindakan-tindakan terlarang/diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam Peraturan perundang-undangan lain, akan tetapi diatur lagi dalam KUHPM karena adanya sesuatu yang khas militer.
Contoh:
·         Pencurian Militer Psl 140 KUHPM.
·         Penadahan Militer Psl 146 KUHPM.
2.5. Pasal-Pasal yang berkaitan dengan Masalah Penimbunan BBM yang melibatkan anggota TNI
·         Pasal 46 Undang-undang Hukum Pidana Militer ayat (2) yang berbunyi “kepada setiap militer harus diberitahukan bahwa mereka tunduk kepada tata tertib militer”.
·         Pasal 126 berbunyi “Militer, yang dengan sengaja menyalah gunakan atau menganggapkan pada dirinya ada kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara maksimum lima tahun”.

BAB III
ANALISIS
3.1. Gambaran umum masalah[4]
Bentrokan antara TNI dan Polisi di Batam, Kepulauan Riau merupakan kasus yang bermula ketika ada anggota TNI yang menyalahi aturan dengan terlibat penjagaan gudang bahan bakar minyak ilegal di wilayah itu. Menurut juru bicara TNI, Mayor Jenderal Fuad Basya, temuan sementara menunjukkan bahwa tindakan anggota TNI itu tidak diketahui komandan atau pimpinan di atasnya. Kegiatan anggota untuk menjaga gudang BBM ilegal adalah tidak resmi, karena tanpa sepengetahuan komandan.
Bentrokan TNI-polisi ini terjadi Minggu malam, 19 September 2014, ketika petugas kepolisian setempat menggerebek gudang penyimpanan BBM ilegal. Insiden bentrokan antara Polisi dengan TNI di Batam mengakibatkan empat anggota TNI terluka. Saat penggerebekan, menurut tim investigasi, terjadi insiden bentrokan antara petugas kepolisian tersebut dan anggota TNI setempat yang belakangan diketahui melakukan penjagaan atas gudang tersebut. Dua prajurit TNI dilaporkan terluka akibat tembakan oleh seorang anggota Brimob setempat yang belakangan disebut akibat pantulan.
Insiden ini berlanjut di markas Brimob setempat, setelah anggota TNI mendatangi markas tersebut. Di sinilah, menurut tim investigasi, ada tembakan anggota Brimob yang melukai dua anggota TNI. Walaupun pejabat TNI dan kepolisian menyebut insiden ini sebagai kesalahpahaman, Mabes Polri sejak awal mengatakan upaya penggerebekan aparat kepolisian tersebut tidak menyalahi aturan.
Bisnis ilegal
Kapolda Kepulauan Riau Brigjen Arman Depari membeberkan peristiwa bentrokan antara anggota Brimob Batam dengan TNI di depan Markan Brimob Batam dipicu atas upaya polisi dalam menggerebek tempat penimbunan BBM di Sagulung, Batam yang berlokasi sekitar 500 meter dari Markas Brimob. Dalam melakukan penggerebekan tersebut polisi bekerja sama atau meminta bantuan Brimob.
Awalnya, penggeledahan di lokasi berjalan aman. Setelah selesai menggerebek, anggota polisi kemudian melakukan pemasangan police line di TKP. Saat keluar itu anggota yang berjumlah 10 orang (5 Brimob dan 5 Reserse) rupanya sudah dikepung oleh sekitar puluhan orang tidak dikenal. Puluhan orang itu berpakaian preman. Saat hendak keluar dari TKP, terjadi percekcokan yang berujung pada perkelahian. Saat itu, salah satu anggota Brimob mengalami luka akibat pukulan helm di kepalanya. Tidak hanya itu, massa juga merusak satu unit mobil anggota di TKP penimbunan BBM tersebut.
Dalam kasus ini lima tersangka kasus BBM ilegal telah ditetapkan oleh Bareskrim Polri yakni Abob, Niwen Khairiyah, Du Nun, Yusri dan Arifin Ahmad. Mereka ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Kronologi masalah

Saat itu, anggota yang baru selesai melakukan apel, mencoba membantu temannya yang dipukuli oknum TNI malah justru diserang. Perkelahian pun pecah. Melihat kondisi markas yang sudah diserbu oleh ratusan massa, dua orang anggota kemudian melepaskan tembakan. Arman mengakui, dalam upaya pembubaran paksa ini ada 4 anggota TNI yang mengalami luka tembak pada bagian kaki. Keempatnnya kini masih dalam perawatan di rumah sakit.
Para polisi yang menembak anggota TNI tidak tahu bahwa massa yang menyerang adalah anggota TNI. Menurut mereka TNI itu tidak menggunakan atribut atau pun seragam TNI saat menyerang markas Brimob.

3.2. Hukum yang mengatur Anggota TNI
Berdasarkan pembahasan dalam Bab II,  Anggota TNI yang terlibat dalam penimbunan BBM ilegal di Batam, Kepulauan Riau, Tunduk pada Hukum Pidana Militer. Dasar hukum yang mengatur hal itu adalah sebagai berikut:
Pertama, menurut pasal 126 KUHPM yang berbunyi  “militer, yang dengan sengaja menyalah gunakan atau menganggapkan pada dirinya ada kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara maksimum lima tahun”.  Berdasarkan ketentuan pasal ini maka anggota militer (TNI) yang terlibat dalam penimbunan BBM ilegal di Batam dikategorikan sebagai orang membiarkan sesuatu. Membiarkan sesuatu didukung oleh usahanya yang membantu Abob, pelaku utama penimbunan, untuk menjaga gudang penimbunan BBM ilegal tersebut. Dalam hal ini, anggota TNI tidak hanya membiarkan tetapi turut serta karena membantu mengamankan.

Kedua, menurut pasal 46 KUHPM ayat (2) yang berbunyi; “kepada setiap militer harus diberitahukan bahwa mereka tunduk kepada tata tertib militer. Berdasarkan pasal ini maka dapat disimpulkan bahwa ketika ada anggota TNI (militer) yang melanggar tata tertib militer maka konsekuensinya adalah mereka menerima hukuman yang diatur dalam Hukum Pidana Militer. Dalam hal ini, Anggota militer yang terlibat dalam penimbunan BBM ilegal, melanggar tata tertib militer karena mereka melakukan itu tanpa komando dari atasan.
  

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
 Hukum Pidana militer adalah hukum yang khusus diberlakukan bagi militer yang ada di Indonesia. Hukum pidana militer mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan militer terhadap kaidah-kaidah hukum militer oleh seorang militer. Hukum pidana militer berperan dalam membentuk disiplin prajurit yang mutlak harus ditegakkan demi tumbuh dan berkembangnya Angkatan Perang Republik Indonesia dalam mengemban dan mengamalkan tugas yang dipercayakan oleh bangsa dan Negara kepadanya.
Untuk membentuk kedispilan militer, maka setiap anggota militer harus patuh dan taat terhadap tata tertib militer.[5] Apabila ada anggota militer yang melanggar tata tertib tersebut, konsekuensinya adalah meneima hukuman yang telah diatura dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM)
Dalam konteks masalah penimbunan BBM ilegal yang melibatkan anggota TNI, maka anggota itu tunduk pada hukum pidana militer. Hal ini berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 126 KUHPM dan Pasal 46 ayat 2 KUHPM.





Daftar Pustaka
Bahan ajar Hukum Pidana Militer
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM)









.






[1] Pasal 46 ayat (1) UUHPM
[2] SR Sianturi, SH
[3] Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
[4] Dihimpun dari Detik.com, Kompas.com, BBC Indonesia, dan Liputan6.com
[5] Pasal 46 ayat (2) KUHPM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik

Dongeng Manggarai: Tombo ca anak koe ata oke le eman

HUKUM ADAT SUKU ASMAT