Kehidupan Masyarakat Bali
BAB
1
Pendahuluan
1.1. Latar
Belakang
Pemahaman kebudayaan yang sangat beragam tersebut
terjadi karena adanya varian budaya yang disebut dengan kebudayaan local.
Kebudayaan local yang di bahas dalam paper ini adalah kebudayaan Bali. Dari
banyaknya pulau-pulau yang tersebar di Indonesia, Bali merupakan pulau yang
paling terkenal di dunia Internasional dan kebudayaan Bali merupakan satu tata
nilai yang secara ekslusif dimiliki oleh masyarakat etnik Bali itu sendiri,
bahkan sampai pada tingkat subetnik. Adanya variasi dan keanekaragaman budaya
akan membuat variasi pola perilaku masyarakat Bali tersebut berlaku. Dalam
konteks tersebut, perilaku individu dalam organisasi juga tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh varian lokalitas budaya yang berkembang. Pulau yang terletak
di sebelah Selatan garis khatulistiwa ini memiliki luas wilayah sekitar :
panjang 80 km dan lebar 150 km yang menyerupai membentuk ikan. Peradaban
mencatat bahwa Bali memiliki mikrokosmos yang luar biasa tentang sejarah,
legenda, kesusasteraan, seni, alam, dan manusianya itu sendiri.
1.2. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana keyakinan dan kehidupan social dan budaya warga Bali?
2.
Bagaimana hukum adat di Bali?
3.
Bagaimana bentuk dan pemerintahan desa di Bali?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Keyakinan dan
Kehidupan Social Budaya Warga Bali
1.1. Keyakinan (Agama)
Sebagian
penduduk Bali menganut agama Hindu lebih kurang 95% dari jumlah keseluruhan
penduduk yang terdapat di Bali, sedangkan 5% nya menganut agama Islam, Kristen,
Katolik dan Kong Hu Cu.
Tujuan hidup dari ajaran Hindu yaitu untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup, lahir dan batin. Orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Mereka beribadah di Pura, dan Pura sendiri sangat banyak dijumpai di rumah-rumah masyarakat Hindu Bali dalam berbagai bentuk tergantung dari kondisi ekonomi masyrakat tersebut. Sedangkan tempat-tempat untuk pemujaan leluhur disebut Sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.
Tujuan hidup dari ajaran Hindu yaitu untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup, lahir dan batin. Orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Mereka beribadah di Pura, dan Pura sendiri sangat banyak dijumpai di rumah-rumah masyarakat Hindu Bali dalam berbagai bentuk tergantung dari kondisi ekonomi masyrakat tersebut. Sedangkan tempat-tempat untuk pemujaan leluhur disebut Sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.
Hari
raya umat agama hindu adalah Nyepi yang pelaksanaannya pada perayaan tahun baru
saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada juga hari raya
Galungan, Kuningan, Saras Wati, Tumpek Landep, Tumpek Uduh, dan Siwa Ratri.
Kebanyakan dari wisatawan baik domestik maupun wisatawan asing berkunjung ke
Bali untuk melihat atau bahkan terlibat dalam upacara-upacara keagamaan pada
hari raya umat Hindu di Bali.
1.2. Pembagian Kasta pada
Masyarakat Bali
Tatanan social
di Bali dibangun atas pembagian strata social yang di tersusun vertical dari
atas ke bawah, yang dibagi ke dalam :
a. Brahma,
merupakan strata tertinggi yang diisi oleh para rohaniawan
b. Ksatria,
merpakan strata yang diisi oleh bangsawan dan pejabat kerajaan
c. Waisya,
merupakan strata yang diisi oleh para prajurit dan pedagang
d. Sudra,
strata untuk masyarakat biasa
Disamping
itu masih ada orang-orang yang tidak termasuk catur warna tersebut, jadi tidak
berkasta, yaitu yang disebut orang Paria
atau orang yang dianggap najis[1].
Namun susunan kasta tersebut berbeda dalam pergaulan antara anggota-anggotanya
di Bali.
Dalam
masyarakat Bali ketiga kasta yaitu kasta Brahmana, Ksatria dan Waisya disebut
dengan istilah “triwangsa” yang
jumlahnya diperkirakan hanya 10% berhadapan dengan lapisan keempat yang disebut
orang-orang Jaba yang diperkirakan
90% banyaknya dari seluruh orang Bali. Orang laki-laki yang berkedudukan
sebagai anggota triwangsa mempunyai gelar yang diwarisi secara turun-menurun
menurut garis ayah (patrilinial). Gelar-gelar itu adalah berurut seperti Ida
Bagus atau Ida Ayu merupakan nama yang dipakai oleh para Brahmana, Anak Agung
Cokorda atau Dewa merupakan nama yang digunakan oleh Ksatria, I Gusti merupakan
nama yang digunakan bagi para Waisya, dan Wayan, Made, Nyoman, Ketut digunakan
oleh para Sudra. Dan di Bali antara kelompok kasta yang satu dan yang lainnya
tidak terpisah-pisah serta bergaul campur aduk tanpa rasa perbedaan-perbedaan.
Tetapi tugas sebagai pemuka upacara agama (Padende) biasanya harus dilaksanakan
oleh keturunan Brahmana. Lalu pengaruh gelar dapat luntur apabila orangnya
berperilaku buruk, menjadi penjahat, penjudi dan hidupnya menjadi pembantu
rumah tangga atau menjadi pekerja kasar dan sebagainya.
1.3.
Perkawinan (Pawiwahan)
Perkawinan
di Bali kebanyakan bersofat endogamy dalam dadia yang diatur dan diselesaikan
antara keluarga dan di dukung oleh krama
banjar dan dilaksanakan oleh pemuka agama (pedande). Misalnya dalam waktu persiapan untuk upacara perkawinan
itu terjadi perilaku yang melanggar tata-tertib adat sopan santun dari keluarga
yang akan melaksanakan perkawinan dan berakibat terganggunya keseimbangan para
krama banjar, maka dengan serta merta masyarakat akan menghukum keluarga
tersebut dengan tidak mau mendukung atau menghadiri upacara perkawinan yang
akan dilaksanakan itu[2].
1.4. Kelahiran
(Jatakarma Samskara)
Berbagai upacara
dimulai sejak hari sebelum kelahiran, serangkaian larangan bagi ibu yang sedang
hamil. Ayah dari bayi harus untuk hadir pada saat hari kelahiran untuk menemani
sang istri. Ketika bayi lahir, ayahnya harus memotong ari-ari dengan
menggunakan pisau bamboo dan dimasukan ke dalam kantung yang kemudian
dilingkarkan di leher sang bayi di kemudian hari.
Pada hari ke 21
setelah kelahiran bayi, menurut kalender Bali, sang bayi akan dipakaikan
pakaian, gelang dari emas atau perak sesuai dengan system social yang ada.
1.5. Upacara Potong
Gigi (Mepandes)
Mepandes adalah
upacara mengikis gigi bagian atas yang berbentuk taring. Tujuan upacara ini
adalah untuk mengurangi sifat buruk (sad
ripu). Upacara potong gigi dilaksanakan oleh Pandita/Pinandita dan dibantu
oleh seorang sangging (sebagai pelaksana langsung).
1.6. Upacara Kematian (Ngaben)
Upacara kematian
dilakukan dengan cara kremasi merupakan upacara yang spektakuker dan dramatis
karena merupakan serangkaian akhir dari roda kehidupan di bumi. Menurut ajaran Hindu,
roh bersifat immortal (abadi) dan setelah bersemayam dalam jasad manusia, akan
berinkarnasi, tapi sebelum berinkarnasi, roh akan melewati sebuah fase di
nirwana dan akan disucikan dan sesuai dengan catatan kehidupan di bumi (karma) maka roh akan dikirim ke kasta
rendah atau tinggi, dan kremasi merupakan proses penyucian roh dari dosa-dosa
yang lalu.
1.7. Bahasa
Sebagian
besar masyarakat Bali menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia,bahkan
sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau trilingual. Bahasa Inggris
adalah bahasa ketiga dan bahasa asing lainnya merupakan utama bagi masyarakat
Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa Bali di bagi
menjadi 2 yaitu, bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar
yang biasanya di pakai oleh kaum Sudra, dan bahasa Bali Mojopahit yaitu bahasa
yang pengucapannya lebih halus yang dipakai oleh kaum Brahmana, kaum Ksatrian
dan kaum Waisya.
1.8. Kesenian
Musik,
dan Tarian merupakan bidang kesenian yang menjadi pusat konsentrasi eksplorasi
kreatifitas seni masyarakat di Bali.
a. Musik
Suara music gamelan hampir berdengung di
setiap jalan atau tempat di Bali (Pura, alun-alun, Istana, dsb). Jenis music
tradisional Bali sebetulnya memiliki kesamaan dengan music tradisional yang ada
di banyak daerah lain di Indonesia. Namun terdapat beberapa ciri khas dalam
teknik memainkan dan gubahannya yaitu dalam bentuk kecak. Seni kecak adalah
nyanyian yang konon menirukan suara kera. Alat musik tradisional di Bali
adalah, Gamelan, Jegog, serta Genggong.
b. Tarian
Di Bali terdapat berbagai jenis tarian
dengan fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya, misalnya untuk
upacara keagamaan, pertunjukan drama musical, upacara peperangan, dan masih
banyak lagi[3].
Salah satu jenis seni tarian yang ada di Bali dan sangat populer bagi para
wisatawan adalah Tari Kecak dan Barong.
2.
Hukum Adat di Bali
Hukum adat Bali adalah
hukum yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat hukum adat Bali yang berlandaskan
pada ajaran agama (agama Hindu) dan tumbuh berkembang mengikuti kebiasaan serta
rasa kepatutan dalam masyarakat hukum adat Bali itu sendiri. Dalam ajaran agama
Hindu sebagaimana yang dianut oleh masyarakat hukum adat Bali, pelaksanaan
agama dapat dijalankan melalui etika, susila, dan upacara. Ketiga hal inilah
digunakan sebagai norma yang mengatur kehidupan bersama di dalam masyarakat.
Etika, susila, dan upacara yang dicerminkan dalam kehidupannya sehari-hari
mencerminkan rasa kepatutan dan keseimbangan (harmoni) dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karenanya azas hukum yang melingkupi hukum adat Bali adalah
kepatutan dan keseimbangan.
Orang Bali biasanya
berpantang ke luar dari kesatuan adatnya, walaupun sudah tua ia tetap ingin
mengabdi bagi kepentingan masyarakatnya, lebih-lebih apabila ia keturunan
Brahmana yang harus memimpin upacara-upacara agama.
3.
Bentuk Pemerintahan di Bali
Desa-desa di Bali
terdiri dari satu atau lebih pedusunan yang disebut “banjar” jadi ada satu desa
misalnya dengan satu banjar saja atau dengan beberapa banjar tergantung pada
keadaan penduduk dan tempat kediamannya. Setiap banjar merupakan satu kesatuan
adat yang berpusat pada suatu tempat pertemuan yang disebut bale banjar. Dalam administrasi
pemerintahan suatu banjar termasuk dalam lingkungan suatu desa (perbekalan) yang dipimpin oleh pejabat
yang ditunjuk pemerintah daerah sebagai perbekel dengan dibantu oleh beberapa
wakil perbekel yang disebut pangliman.
Kesatuan masyarakat
adat Banjar di pimpin oleh tua-tua adat Banjar (Klian Banjar) yang terdiri dari lima orang yang dipilih oleh warga
banjar untuk masa jabatan adat selama lima tahun. Setelah lima tahun para klian
banjar digantikan oleh anggota yang lain atas dasar pemilihan dalam masyarakat Banjar
dengan berpedoman pada aturan tulis (awig-awig)
Banjar yang ditulis pada daun lontar. Bale Banjar merupakan tempat semua pria
warga adat Banjar mengadakan permusyawaratan dalam setiap 35 hari.
Segi pemerintahan desa
(perbekalan) system pemerintahan adat banjar ini seringkali menimbulkan
kelemahan, dikarenakan aktivitasnya yang lebih banyak dipengaruhi unsure-unsur
kekerabatan, kasta atau kelas masyarakat, atau juga karena tingkat pendidikan
dan pengaruh organisasi dari luar. Antara lain ialah Banjar dijadikan tempat
arena persaingan dan perebutan pengaruh, kekuasaan dan kekayaan di antara
sesama mereka, sehingga adakalanya kurang memperhatikan pada pemerintahan
atasan seperti pernah Nampak di desa Tihingan di masa orde lama[4].
Dalam banjar yang masyarakatnya terdiri dari berbagai golongan jaba, maka lebih
Nampak terjadinya persaingan di antara orang jaba daripada antara orang jaba
dengan orang triwangsa.
BAB
III
ANALISIS
MASALAH
Contoh Kasus :
Salah
satu contoh kasus adat Bali adalah yang berkaitan dengan waris. Dalam sistem
pewarisan di Bali, anak laki-laki merupakan ahli waris dalam keluarga sedangkan
anak perempuan hanya mempunyai hak untuk menikmati harta yang ditinggalkan
orang tua atau suami. Hal ini disebabkan karena anak laki-laki dianggap
memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarga sedangkan anak perempuan
harus dan memiliki tanggung jawab yang lebih besar di lingkungan keluarga suami.
Pada tahun 2010, telah ada perubahan terhadap ketentuan
hukum adat ini. Dimana perempuan juga dianggap berhak untuk menerima setengah
dari hak waris purusa setelah dipotong sepertiga bagian untuk harta pusaka dan
kepentingan pelestarian. Namun ketentuan tidak berlaku bagi perempuan Bali yang
pindah ke agama lain. Hal ini didasarkan pada Keputusan Majelis Utama Desa
Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010, tertanggal 15
Oktober 2010, tentang Hasil-hasil Pasamuhan Agung III MUDP Bali.
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Pulau
Dewata Bali merupakan salah satu pulau terindah di dunia yang terletak
pada Indonesia, serta menjadi wilayah favorit wisatawan domestik maupun
manca negara. Masyarakat Bali sangat kuat menjaga adat istiadatnya mereka serta
sangat menjunjung tinggi dan menjaga tradisi mereka sampai sekarang. Tradisi Upacara-upacara Adat Bali yang
beragam juga membuat keragaman akan budaya Bali semakin lengkap. Sehingga
banyak sekali yang harus kita ketahui lebih jauh lagi mengenai budaya-budaya
yang ada di Indonesia ini terutama Bali yang sebenarnya memiliki budaya yang
sangat kental dan beragam.
Saran
Menurut
saya, karena beragam nya budaya di Indonesia ini, terutama untuk daerah Bali.
Sebaiknya kita sebagai generasi penerus terus melestarikan budaya yang ada saat
ini dan seterus nya agar tidak hilang begitu saja dan tidak ditiru oleh Negara
lain. Karena budaya kita sangat lah kaya akan kreasi dan keindahan yang
memiliki arti tersendiri. Kita harus bangga menjadi Warga
Indonesia.
Daftar Pustaka
Prof.
H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum
Indonesia, Bandung: P.T Alumni Bandung,2010.
Koentjaningrat,
1964 “Masyarakat Desa di Indonesia masa ini”,
Universitas Indonesia, JBP.Fak.Ekonomi, Djakarta
1977 “Beberapa Pokok Antropologi
Sosial”, Dian Rakyat, cet.ketiga. Jakarta
I
Ketut Artadi,
1981 “Hukum Adat Bali, dengan aneka masalahnya”.
Sumber Mas Bali
Soebadyo,
Haryati, dkk. 2002. Indonesian Heritage: Seni Pertunjukan. Jakarta:
Buku Antar Bangsa.
Clifford
Geertz,
1964 “Tihingan : Sebuah desa di Bali” dalam
kontanjaningrat, masyarakat Desa di Indonesia Masa ini.
Komentar