MOGOK KERJA


Mogok kerja atau pemogokan adalah peristiwa di mana sejumlah besar karyawan perusahaan berhenti bekerja sebagai bentuk protes. Jika tidak tercapai persetujuan antara mereka dengan majikan mereka, maka mogok kerja dapat terus berlangsung hingga tuntutan para karyawan terpenuhi atau setidaknya tercapai sebuah kesepakatan.Pemogokan kadang digunakan pula untuk menekan pemerintah untuk mengganti suatu kebijakan. Kadang, pemogokan dapat mengguncang stabilitas kekuasaanpartai politik tertentu. Suatu contoh terkemuka adalah pemogokan galangan kapal Gdańsk yang dipimpin oleh Lech Wałęsa. Pemogokan ini bernilai penting dalam perubahan politik di Polandia, dan merupakan suatu upaya mobilisasi yang penting yang memiliki kontribusi terhadap runtuhnya pemerintahan komunis di Eropa Timur.
Mogok kerja dapat mengakibatkan kerugian yang besar terutama jika dilakukan oleh karyawan yang bekerja dalam industri yang berpengaruh besar pada masyarakat, seperti perdagangan atau pelayanan publik. Walaupun demikian, dalam UU Tenaga Kerja di banyak negara, termasuk Indonesia, mogok kerja merupakan hak setiap karyawan.
Strategi pemogokan memiliki sejarah yang sangat panjang. Pada akhir dinasti ke-20 Mesir Kuno, pada kekuasaan FiraunRamses III di abad ke-12 SM, para pekerja mengorganisasikan suatu pemogokan yang pertama kali dikenal dalam sejarah. Peristiwa ini dilaporkan secara mendetil dalam suatu papirus pada saat itu yang berhasil diselamatkan dan disimpan diTurin. Pada era modern, pada tahun 1768, para pelaut yang mendukung demonstrasi di London, "merusak" layar kapal dagang yang berada di pelabuhan, sehingga melumpuhkan kapal-kapal tersebut.
Ketentuan dan Aturan Mogok Kerja
Perindustrian di Indonesia semakin berkembang pesat, pemerintah pun harus dapat mengontrol setiap kegiatan industri yang ada. Untuk itu, ditetapkanlah Undang-Undang No.13 tentang Ketenagakerjaan. Nah, dalam UU No.13 diatur juga mengenai proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, salah satunya adalah melalui proses perundingan. Namun ketika proses perundingan tersebut gagal dan tidak mencapai kesepakatan, pekerja dapat menggunakan haknya untuk melakukan mogok kerja. Mari kita bahas mengenai hak mogok kerja!
Apa yang dimaksud mogok kerja menurut Undang-Undang No. 13 tentang Ketenagakerjaan?
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan definisi yang dimuat dalam pasal 1 angka 23 sebagai berikut : “Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan”
Arti definisi diatas adalah :
Sebuah tindakan dapat disebut sebagai mogok kerja apabila dilakukan oleh pekerja. Mogok kerja tidak bisa dilakukan oleh ibu rumah tangga atau mahasiswa, hanya bisa dilakukan oleh pekerja. Mogok kerja harus direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama, dilakukan oleh lebih dari 1 pekerja. Tujuan mogok kerja adalah untuk memaksa perusahaan/majikan mendengarkan dan  menerima tuntutan pekerja dan/atau serikat pekerja, caranya adalah dengan  membuat perusahaan merasakan akibat dari proses produksi yang terhenti atau melambat.
Adakah peraturan dari Pemerintah yang mengatur tentang mogok kerja?
Ada. Permasalahan mogok kerja memang sangat kompleks, untuk masalah mogok kerja ini diatur khusus pada pasal 137 sampai pasal 145 dalam Undang-Undang no. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Lebih lanjut mengenai peraturan pelaksanaan mogok kerja diatur oleh Kepmenakertrans No. 232/MEN/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah.
Apa saja yang menjadi syarat sah mogok kerja?
Dalam pasal 137 UU No. 13/2003 disebutkan bahwa “mogok kerja harus dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan”.
“Sah” disini artinya adalah mengikuti procedural yang diatur oleh Undang-Undang. “Tertib dan damai“ disini artinya adalah tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum dan tidak mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan, pengusaha atau milik masyarakat.
“Akibat gagal perundingan” disini artinya adalah : Upaya perundingan yang dilakukan menemui jalan buntu dan gagal mencapai kesepakatan atau Perusahaan menolak untuk melakukan perundingan walaupun serikat pekerja atau pekerja telah meminta secara tertulis kepada pengusaha 2 kali dalam tenggang waktu 14 hari.
Syarat administratif yang harus dipenuhi agar mogok kerja dikatakan sah adalah :
1.      Pekerja atau Serikat Pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada perusahaan/pengusaha dan Disnaker, 7 hari kerja sebelum mogok kerja dijalankan.
2.      Dalam surat pemberitahuan tersebut, harus memuat :
·         Waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja
·         Tempat mogok kerja
·         Alasan dan sebab mengapa harus melakukan mogok kerja
·         Tanda tangan ketua dan sekretaris serikat pekerja sebagai penanggung jawab mogok kerja. Apabila mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja, maka pemberitahuan ditandatangani oleh perwakilan pekerja yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja
3.      Bagi pelaksanaan mogok kerja yang berlaku di perusahaan yang melayani kepentingan umum atau perusahaan yang jenis kegiatannya berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, pelaksanaan mogok kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan membahayakan keselamatan masyarakat.
4.      Instansi pemerintahan dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja wajib memberikan tanda terima
5.      Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan  wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkanya dengan para pihak yang berselisih
6.      Jika perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditanda-tangani oleh para pihak dan pegawai yang bertanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan sebagai saksi.
7.      Dan jika dalam perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan harus menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
8.      Apa akibatnya apabila mogok kerja tidak memenuhi kualifikasi persyaratan yang disebutkan diatas?
Menurut pasal 142, UU No.13/2003, dinyatakan bahwa apabila mogok kerja yang tidak memenuhi persyaratan mogok kerja seperti yang diuraikan diatas, maka mogok kerja tersebut tidak sah. Pada pasal 6 dan 7 Kepmenakertrans No.232/MEN/2003 tentang akibat mogok kerja yang tidak sah, disebutkan bahwa mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah dikualifikasikan sebagai mangkir. Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok tidak sah dilakukan oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis. Pekerja yang tidak memenuhi panggilan perusahaan untuk kembali bekerja dianggap mengundurkan diri.
Apabila mogok kerja dilakukan secara tidak sah pada perusahan yang melayani kepentingan umum atau perusahaan yang jenis kegiatannya berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia dan mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.
1.      Bagaimana kewajiban perusahaan terhadap pembayaran upah bagi pekerja yang melakukan mogok kerja?
Pekerja yang melakukan mogok secara sah tetap berhak mendapat upah. Lain halnya dengan pekerja yang melakukan mogok secara tidak sah, mereka tidak berhak mendapat upah.
ATURAN UNDANG-UNDANG MENGENAI MOGOK KERJA
Pasal 137
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Pasal 138
(1)            Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.
(2)            Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut.

Pasal 139
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.

Pasal 140
(1)            Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
(2)            Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.              waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b.              tempat mogok kerja;
c.              alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d.              tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
(3)            Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
(4)            Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara:
a.              melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
b.              bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.

Pasal 141
(1)            Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.
(2)            Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
(3)            Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
(4)            Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
(5)            Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.

Pasal 142
(1)            Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
(2)            Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 143
(1)            Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
(2)            Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 144
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang:
a.              mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b.              memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

Pasal 145
Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Manggarai: Tombo ca anak koe ata oke le eman

Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik

HUKUM ADAT SUKU ASMAT