ANALISIS HUKUM DALAM KASUS PENEMBAKAN TAHANAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN CEBONGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia merupakan negara hukum”. Hal tersebut menunjukkan bahwasanya hukum memiliki peranan yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan bangsa dan Negara Indonesia. Maka selain adanya hukum yang bersifat umum, di indonesia pun juga mengatur secara khusus mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau prajurit[1].
Di indonesia TNI dipandang sebagai orang-orang khusus yang terdidik, dilatih dan dipersiapkan untuk bertempur. Tentara adalah warga negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata.[2] Ketentuan mengenai Tentara Nasional Indonesia secara lengkap diatur dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Terhadap mereka diberlakukan aturan-aturan yang khusus juga, yaitu Hukum Pidana Militer. Hukum pidana militer merupakan suatu aturan hukum yang diberlakukan khusus untuk orang-orang yang berada dibawah nama besar “Tentara Nasional Indonesia”, yaitu hukum yang mengatur pelanggaran atau kejahatan militer terhadap kaidah-kaidah hukum militer oleh seorang militer. Hukum militer ialah suatu hukum yang khusus karena terletak pada sifatnya yang keras, cepat, dan prosedur-prosedurnya yang berbeda dengan prosedur-prosedur yang berlaku dalam hukum yang umum.
Namun, adanya pembedaan hukum yang berlaku antara sipil dan militer kemudian menimbulkan persoalan, terutama ketika ada pelanggaran yang menimbulkan kontroversi dalam hal siapa yang berwenang menanganinya. Contohnya, kasus penembakan terhadap tahanan di lembaga pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Masalah penembakan oleh anggota kopassus terhadap tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta adalah bagian dari kajian hukum pidana militer. Dalam pembahasan ini, dasar analisis yang dipakai adalah undang-undang mengenai Tentara Nasional Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Militer Atau Tentara Nasional Indonesia
Pengertian militer berasal dari bahasa Yunani “Milies“ yang berarti seseorang yang dipersenjatai dan siap untuk melakukan pertempuran-pertempuran atau peperangan terutama dalam rangka pertahanan dan keamanan. Militer adalah orang terdidik, dilatih dan dipersiapkan untuk bertempur. Oleh karena itulah  bagi mereka (militer) diadakan norma-norma atau kaidah-kaidah yang khusus, dimana mereka harus tunduk pada tata kelakuan yang ditentukan dengan pasti dan yang pelaksanaannya di awasi dengan ketat dan norma-norma/kaidah-kaidah khusus itulah yang terdapat di dalam hukum pidana militer yang dituangkan kedalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer.
Yang dimaksud dengan Militer adalah: [3]
·         Mereka yang berikatan dinas sukarela pada Angkatan Perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut.
·         Semua sukarelawan lainnya pada Angkatan Perang dan para militer wajib, sesering dan selama mereka itu berada dalam dinas, demikian juga jika mereka berada diluar dinas yang sebenarnya dalam tenggang waktu selama mereka dapat dipanggil untuk masuk dalam dinas, melakukan salah satu tindakan yang dirumuskan dalam Pasal 97, 99, dan 139 KUHPM.
·         Militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.[4]
Pengertian militer di atas memiliki kesamaan dengan pengertian TNI dalam pasal 2 huruf C UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Menurut  pasal tersebut yang dimaksud dengan Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama. Artinya, istilah militer dan TNI adalah memiliki arti yang sama.

2.2. Tugas Pokok TNI[5].
Pasal 7 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, mengatur bahwa:
1)      Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
2)      Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a.       operasi militer untuk perang;
b.      operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1.      mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2.      mengatasi pemberontakan bersenjata;
3.      mengatasi aksi terorisme;
4.      mengamankan wilayah perbatasan;
5.      mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6.      melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
7.      mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
8.      memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9.      membantu tugas pemerintahan di daerah;
10.  membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
11.  membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12.  membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13.  membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
14.  membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.



2.3. Pasal-Pasal yang berkaitan dengan Masalah penembakan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan
·         Pasal 17 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
·         Pasal 19 dan 20 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
·         Pasal 7 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia  khususnya mengenai tugas pokok TNI
·         Pasal 38 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi prajurit.
·         Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
·         Pasal 340 KUHP




















BAB III
ANALISIS
3.1. Gambaran umum masalah[6]
Penembakan Cebongan adalah peristiwa penembakan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan CebonganSlemanDaerah Istimewa Yogyakarta pada 23 Maret 2013. Pada Selasa, 19 Maret 2013, pukul 02.30 terjadi pengeroyokan yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap seorang sersan satu Kopassus Kandang Menjangan Kartasura bernama Heru Santosa di tempat hiburan Hugo's Cafe di Jalan Adisucipto, Depok, SlemanDaerah Istimewa Yogyakarta. Heru Santosa tewas dalam pengeroyokan tersebut.
Keributan itu sendiri terjadi antara salah seorang pelaku dengan teman-temannya tak lama setelah Heru beserta rekan rekannya se­sama ang­gota Kopassus ber­nama Alen tiba di tempat hiburan tersebut sekitar pu­kul 02.20 WIB. Awalnya, Heru beserta rekannya didatangi oleh seseorang bernama Diki bersama sekitar tujuh temannya. Mereka bertanya asal daerah korban. Heru menjawab bahwa di­rinya adalah anggota Kopassus. Setelah itu, tiba-tiba terjadi keributan antara Heru dengan kelompok Diki.
Perkelahian awalnya terjadi di halaman cafe, namun karena tak kunjung selesai, keributan kembali terjadi di dalam kafe. Beberapa orang sempat berupaya melerai. Akan tetapi, Heru tetap dikeroyok dan tewas setelah ditikam dengan pecahan botol di bagian dadanya. Setelah Heru terkapar, para pelaku segera melarikan diri. Dalam kondisi luka parah, Heru dilarikan ke Rumah Sakit Bethesda, namun meninggal dalam perjalanan. Jenazah korban lalu diterbangkan ke kampung halamannya di Palembang.
Empat pelaku pengeroyokan berhasil ditangkap oleh kepolisian. Sebagian pelaku ditangkap di sebuah asrama di kawasan Lem­puyang­an, Yog­yakarta, yang sering dijadikan tempat mang­kal ke­lom­­pok tersebut. Para pelaku awalnya ditahan di Mapolda DIY sebelum kemudian dipindahhkan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan pada Jumat 22 Maret 2013 siang dengan alasan sel di Mapolda DIY sedang direnovasi.


3.1.1.      Penembakan
Pada Sabtu 23 Maret 2013, sekitar pukul 01.30 WIB, satu kelompok yang terdiri atas sekitar 17 orang tak dikenal mendatangi Lapas Cebongan. Mereka berhasil masuk setelah mengancam petugas lapas dengan senjata api. Pelaku juga melakukan tembakan ke udara agar sipir dan napi yang lain tiarap. Mereka lalu meminta sipir menunjukkan sel di mana terdapat tahanan yang terlibat kasus penganiayaan anggota Koppasus hingga tewas di Hugo's Cafe. Mereka juga meminta sipir memberikan kunci sel tempat para tersangka ditahan. Dalam prosesnya, mereka sempat melukai sipir, dan melakukan ancaman dengan menunjukkan granat. Akhirnya sipir memberitahu bahwa para tahanan tersebut ditempatkan di sel 5A serta memberikan kunci selnya. Setelah memperoleh informasi tersebut, kelompok itu kemudian pergi menuju sel para tersangka.
Dalam prosesnya, ketika mereka semakin mendekati sasaran, jumlah pelaku yang ikut serta semakin sedikit. Dari 17 orang yang melakukan penyerangan, hanya satu orang yang melakukan penembakan. Begitu tiba di sel 5A, mereka menyuruh para tahanan yang berada di sana untuk berkumpul. Kemudian salah seorang pelaku bertanya di mana kelompok Diki. Ia berkata, "Yang bukan kelompok Diki, minggir!". Sempat ada tahanan yang berkata bahwa Diki tidak ada, namun pelaku mengancam bahwa mereka akan menembak semua tahanan itu jika tidak diberitahu. Akhirnya para tahanan memisahkan diri hingga tersisa tiga orang. Mereka disuruh untuk berkumpul, kemudian langsung ditembak hingga tewas. Setelah itu, pelaku menembak satu orang tahanan lagi.
Setelah menembak mati para tahanan, para penembak memaksa sebanyak 31 tahanan di sel tersebut yang menyaksikan eksekusi itu untuk bertepuk tangan. Begitu selesai, para pelaku pun pergi meninggalkan sel. Untuk menghilangkan barang bukti, mereka merusak kamera CCTV dan mengambil rekaman CCTV lapas.
Penyerangan berlangsung selama kurang lebih 15 menit, sementara penembakannya berlangsung selama 5 menit. Salah satu saksi melaporkan bahwa, selama peristiwa berlangsung, ada seorang pelaku yang terus-menerus melihat jam di tangannya.
3.1.2.      Korban
Korban yang tewas dalam pristiwa penembakan ini adalah:
·         Hendrik Benyamin Angel Sahetapi alias Diki Ambon, 31 tahun. Diki merupakan seorang karyawan swasta namun dikenal pula sebagai seorang preman. Ia pernah ditangkap Polresta Yogyakarta dalam kasus pembunuhan mahasiswa tahun 2002 dan pemerkosaan tahun 2007. Diki pernah bergabung dengan ormas pimpinan Hercules, namun kemudian mundur dan tidak aktif lagi. Ia juga menjadi tenaga keamanan di Hugo's Cafe yang terletak depan halaman Hotel Sheraton Mustika di Jl Solo Km 10 Maguwoharjo, Sleman.
·         Adrianus Candra Galaja alais Dedi, 33 tahun.
·         Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi, 29 tahun
·         Yohanes Juan Manbait alias Juan, 38 tahun. Yohanes adalah seorang anggota Polresta Yogyakarta yang pernah terlibat kasus sabu-sabu. Akibat kasus itu, ia dipecat dari kepolisian. Ia juga divonis hukuman 2,8 tahun dan perawatan di RS Grhasia khusus narkoba. Ketika mengeroyok Heru, Juan sedang menjalani masa bebas bersyarat.
Keempat korban berasal dari Nusa Tenggara Timur, dengan rincian tiga orang berasal dari Kupang dan satu orang berasal dari Flores.
3.1.3.      Pelaku
Menurut Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, para pelaku penembakan adalah orang-orang yang sangat terlatih dan profesional. Siti mengungkapkan bahwa, berdasarkan keterangan para saksi, masing-masing pelaku membawa senjata laras panjang dan pistol di kiri dan kanan pinggang, serta memakai rompi, yang diduga antipeluru, dan zebo (penutup muka) yang seragam. Mereka juga membawa granat. Sementara pakaian yang dikenakan tidak seragam. Ada yang memaki kemeja lengan pendek maupun panjang. Celana yang dikenakan juga bukan seragam. Para pelaku disebutkan memiliki postur yang tegap dan tinggi badannya hampir sama. Siti mengatakan bahwa mereka "bergerak dengan singkat, cepat, terencana."
Pada 4 April 2013, tim investigasi bentukan internal TNI yang diketuai oleh Wadan Puspomad Brigjen Unggul K. Yudhoyono mengumumkan bahwa pelaku penembakan Cebongan adalah 12 anggota Kopassus grup 2 Kandang Menjangan, Kartasura. Aksi tersebut dilakukan karena dilatarbelakangi utang budi sang eksekutor, Serda Ucok terhadap Serka Heru Santoso yang tewas di Hugo's Cafe yang juga merupakan mantan atasannya. Para pelaku yang sedang latihan di Gunung Lawu mendapat kabar bahwa salah satu anggota Kopassus dibunuh. Kemudian mereka turun gunung menuju LP dan terjadilah penyerangan. Senjata yang digunakan mereka untuk melakukan penembakan bukan berasal dari gudang senjata melainkan senjata yang diambil seusai latihan.
3.2. Hukum yang mengatur Anggota Kopassus
Pertama, menurut Pasal 7 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam ayat (1) undang-undang tersebut dinyatakan tentang tugas pokok yang dijabarkan lebih luas dalam ayat (2). Berdasarkan ketentuan pasal tersebut tindakan Kopassus bukan merupakan bagian dari tugas pokoknya, yaitu menegakkan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kedua, Menurut Pasal 20 (2) UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI mengatur bahwa: “Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sementara dalam kasus penembakan di Kopassus sama sekali tidak bekerja untuk kepentingan pertahanan nasional atau mendukung kepentingan nasional. Justru yang mereka lakukan adalah melakukan tindakan tidak terpuji (merusak nama baik TNI) dan tidak dikehendaki oleh undang-undang.
Ketiga, Pasal 17 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pasal tersebut mengatur bahwa: “Kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden. Dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Bunyi pasal ini sangat jelas bahwa anggota kopasus bukan menjalankan tugas pokoknya tetapi bertindak tidak sesuai dengan prosedur atau tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang berwenang. Oleh karena itu, tindakan mereka menjadi tanggung jawab Panglima TNI setempat. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI yaitu: “Tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI”.
Keempat, Pasal 38 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi prajurit, yaitu: (1) Prajurit dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, berpedoman pada Kode Etik Prajurit dan Kode Etik Perwira. (2) Ketentuan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima. Berdasarkan bunyi pasal ini, menjadi sulit ketika ada indikasi bahwa panglima dalam kasus penembakan di Cebongan justru yang memerintahkan anggotanya. Oleh karena itu, kewenangan pengadialan umumlah yang sebenarnya berhak menangani kasus penembakan tersebut, bukan pengadilan militer. Alasannya, Kopassus bukan melakukan tugas pokoknya, tetapi justru melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Kelima, Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yaitu Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang. Ketentuan pasal ini terutama mengenai kewewenangan  pengadilan mana yang menangani tindak pidana yang dilakuakan oleh Anggota TNI atau prajurit. Berdasarkan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Kopassus dan adanya indikasi keterlibatan atasan dalam pembunuhan ini, maka kasus ini sebenarnya diadili di peradilan umum, karena melanggar ketentuan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Dalam kasus penembakan empat tahanan oleh Kopassus di LP Cebongan, pelaku penembakan (anggota Kopassus) melakukan pembunuhan karena ingin balas dendam. Dal hal ini juga, komandan memrintahkan anggotanya untuk membunuh empat pelaku penggeroyokan terhadap seorang sersan satu Kopassus Kandang Menjangan Kartasura bernama Heru Santosa di tempat hiburan Hugo's Cafe di Jalan Adisucipto, Depok, SlemanDaerah Istimewa Yogyakarta. Heru Santosa tewas dalam pengeroyokan tersebut. Jadi, mereka sudah merencanakan terlebih dahulu untuk membunuh empat orang tahanan ( hal ini berhubungan dengan pasal 340 KUHP) sebelumnya. Dengan demikian, peradilan umum berhak mengadili anggota Kopassus yang melakukan pembunuhan terhadapa empat orang tahanan di LP Cebongan.








BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kasus penembakan terhadap empat tahanan oleh anggota Kopassus di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta adalah tindak pidana yang dilakukan oleh Kopassus. Berdasarkan pembahasan di bab-bab sebelumnya , Kopassus bukan melaksanakan tugas pokoknya sebagai tentara tetapi justru melanggar ketentuan hukum, baik hukum pidana militer dan hukum pidana umum (pembunuhan berencana) pasal 340 KUHP.
Dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, ada beberapa pasal yang memberi penegasan bahwa tindakan Kopassus melanggar ketentuan hukum pidana umum dan hukum pidana militer. Pasal-pasal tersbut adalah pasal 7, Pasal 17, Pasal 19 dan 20, Pasal 38, Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional.
Meskipun melanggar hukum pidana militer dan ketentuan UU No. 34 tahun 2004, tetapi karena adanya keterlibatan pemimpin/atasaa Kopassu, maka pengadilan umumlah yang seharusnya berwenang menangani perkara ini.


Hipatios Wirawan Labut
Fakultas Hukum Universitas Indonesia











Daftar Pustaka
Bahan ajar Hukum Pidana Militer
Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM)





[1] Prajurit adalah sebutan untuk anggota TNI sebagaimana bunyi Pasal 1 ayat (13) UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
[2] Pasal 1 ayat (21) UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia

[3] Pasal 46 ayat (1) UUHPM
[4] Pasal 1 ayat (20) UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
[5] Pasal 7 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
[6] Dikutip dari wikipedia indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Manggarai: Tombo ca anak koe ata oke le eman

Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik

HUKUM ADAT SUKU ASMAT