Asas-Asas Hukum Kontrak
Secara umum asas hukum yang dapat digunakan dalam
klasifikasi hukum seperti hukum perdata, hukum pidana maupun hukum tata negara
diantaranya:
1. Lex
superior derogate legi inferior (ketentuan
hukum yang tinggi mengalahkan hukum yang rendah).
2. Lex
posteriori derogate legi priori (ketentuan
hukum yang baru lebih diutmakan dari pada ketentuan hukum yang lama)
3. Lex
specialist derogate legi generale (ketentuan
hukum yang khusus diutamakan dari pada yang ketentuan hukum yang umum.
4. Asas
nonretroaktif (hukum tidak bisa berlaku surut).
Asas hukum yang dikemukakan diatas adalah asas hukum
yang berlaku secara umum. Berbeda halnya dengan asas hukum yang terdapat dalam
hukum perjanjian (overeenscomstrecht) diantaranya:
Asas Konsensuil
Konsensuil secara sederhana diartikan sebagai
kesepakatan. Dengan tercapainya kesepakatan antara para pihak lahirlah kontrak,
meskipun kontrak pada saat itu belum dilaksanakan. Hal ini berarti juga bahwa
dengan tercapinya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan
kewajiban bagi mereka yang membuatnya (atau dengan kata lain perjanjian
itu bersifat obligatoir). Asas konsensuil dapat dilihat pada Pasal 1320 ayat 1
BW bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua
belah pihak.
Asas Pacta Sunt
Servanda (Perjanjian Itu Mengikat Para Pihak)
Asas pacta sunt servanda biasa juga disebut asas
kepastian hukum (certainty). Asas ini
bertujuan agar hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan diambil dari
Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang.”
Asas Kebebasan
Berkontrak
Sebagian sarjana hukum tetap berpatokan pada Pasal
1338 ayat 1 BW perihal asas kebebasan berkontrak. Kebebasan yang dimaksud di
sini terbagi dalam beberapa hal yakni:
1. Bebas
menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak (yes or no)
2. Bebas
menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian (who).
3. Bebas
menentukan isi atau klausul perjanjian (substance).
4. Bebas
menentukan bentuk perjanjian (form)
5. Kebebasan-kebebasan
lainnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (other freedom).
Asas Iktikad Baik (geode
trouw)
Asas iktikad baik diakomodasi melalui Pasal 1338 ayat
3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas
iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Kesepakatan atau consensus sebagai syarat utama lahirnya kontrak,
masih ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu syarat sahnya kontrak
sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1320 BW yaitu:
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. Sutu
hal tertentu;
4. dan
sebab yang halal
Komentar