Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh Orang

BAB I
PENDAHULUAN
Kejahatan terhadap nyawa dan tubuh orang adalah berupa penganiayaan dan pembunuhan. Kedua macam tindak pidana ini sangat erat hubungannya satu dengan yang lain karena pembunuhan hampir selalu didahului dengan penganiayaan, dan penganiayaan hampir selalu tampak tuntutan subsider setelah pembunuhan berhubungan dengan keadaan pembuktian.
Di samping kedua jenis tindak pidana ini, ada dua jenis lagi yang langsung berhubungan dengan tubuh dan nyawa seseorang, yaitu dengan kurang berhati-hati (culpa) menyebabkan luka dan matinya seseorang. Selanjutnya, ada tindak pidana yang tidak langsung mengenai tubuh dan nyawa orang, yaitu kejahatan terhadap kemerdekaan orang dan kejahatan serta pelanggaran mengenai tidak menolong tubuh atau nyawa seseorang yang memerlukan pertolongan.
Kedua jenis tindak pidana ini, yaitu penganiayaan dan pembunuhan, juga dalam KUHP dimuat berturut-turut, dan baru kemudian dimuat perbuatan menyebabkan luka atau matinya orang karena kealpaan (culpa). Pembunuhan termuat dalam titel XIX Buku II, dan penganiayaan dalam titel XX Buku II. Hal ini disebabkan lebih pentingnya pembunuhan  daripada penganiayaan, bukan lebih frekuensinya. Selain itu pembentuk KUHP menganggap lebih tinggi kepentingan  seseorang atas kemerdekaannya daripada atas nyawanya.
Sikap pembentuk KUHP ini dapat dimengerti, tetapi ini tidak berarti bahwa tindak pidana menghilangkan atau menggangu kemerdekaan orang bersifat lebih berat daripada pembunuhan  dan penganiayaan. Maka maksimum hukumannya lebih berat bagi pembunuh.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Pembunuhan dan Penganiayaan
Pembunuhan oleh pasal 338 dirumuskan sebagai dengan sengaja menghilangkan nyawa orang yang diancam dengan maksimum hukuman lima tahun penjara. Ini adalah suatu perumusan secara material, yaitu secara mengakibatkan sesuatu tertentu tanpa menyebutkan wujud perbuatan tindak pidana.
Perbuatan ini dapat berwujud macam-macam, yaitu dapat berupa menembak dengan senjata api, menikam dengan pisau,  memukul dengan sepotong besi, mencekik leher dengan tangan, memberikan racun dalam makanan, dan sebagainya, bahkan dapat berupa diam saja dalam hal seseorang berwajib bertindak seperti tidak memberikan makan kepada seorang bayi.
Perbuatan-perbuatan ini harus ditambah dengan unsur kesengajaan dalam salah satu dari tiga wujud, yaitu sebagai tujuan (oogmerk) untuk mengadakan akibat tertentu, atau sebagai keinsafan kepastian akan datangnya akibat itu atau sebagai keinsafan kemungkinanakan datangnya akibat hukum itu.
Bagaimana halnya dengan penganiayaan?
Pasal 351 hanya mengatakan bahwa penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
Jelaslah bahwa kata penganiayaan tidak menunjuk kepada perbuatan tertentu, misalnya kata mengambil dari pencurian. Maka, dapat dikatakan bahwa kini pun tampak ada perumusan secara material. Akan tetapi, tampak secara jelas  apa wujud akibat  yang harus disebabkan.
2.1.1.      Penganiayaan yang direncanakan secara tenang.
Apabila penganiayaan dilakukan dengan direncakan lebih dahulu secara tenang, maka menurut pasal 353 maksimum hukuman menjadi empat tahun penjara, dan meningkat lagi menjadi tujuh tahun penjara apabila ada luka berat, dan sembilan tahun penjara apabila berakibat matinya orang, sedangkan apabila penganiayaan berat dilakukan dengan direncanakan lebih dulu secara tenang, maka menurut pasal 355 maksimum hukuman menjadi dua belas tahun penjara; dan apabila berakibat matinya orang menjadi lima belas tahun penjara.
Apabila pembunuhan dilakukan dengan direncanakan lebih dulu secara tenang, maka tindak pidana pembunuhan berencana (moord) dari pasal 340 yang mengancam dengan maksimum hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara dua puluh tahun.
Untuk unsur perencanaan ini tidak perlu ada tenggang waktu lama antara waktu merencanakan  dan waktu melakukan perbuatan penganiayaan berat atau pembunuhan. Sebaliknya, meskipun ada tenggang waktu itu, yang tidak begitu pendek, belum tentu dapat dikatakan ada rencana lebih dulu secara tenang. Ini semua bergantung kepada keadaan konkret dari setiap peristiwa.
Menurut pasal 356, hukuman yang ditentukan  dalam pasal-pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:
Ke-1    : bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, ayahnya yang sah, istrinya, atau anaknya;
Ke-2    : jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri ketika atau karena pegawai negeri itu menjalankan jabatannya dengan cara yang sah;
Ke-3    : jika kejahatan itu dilakukan dengan memakai bahan yang dapat merusak nyawa atau kesehatan orang.

2.1.2. Penganiayaan Ringan (lichte mishandeling)
Menurut pasal 352, penganiayaan ringan ini ada dan diancam dengan maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga ratus rupiah apabila tidak masuk rumusan pasal 353 dan 356, dan tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. Dalam praktik, ukuran ini adalah bahwa si korban harus dirawat di rumah sakit atau tidak. Hukuman ini bisa ditambah dengan sepertiga bagi orang yang melakukan penganiayaan ringan ini terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada di bawah perintahnya.
2.1.3. Percobaan Penganiayaan
Menurut pasal 351 ayat 5 dan pasal 352 ayat 2, percobaan untuk penganiayaan biasa dan penganiyaan ringan  tidak dikenai hukuman. Ketentuan ini dalam praktik mungkin sekali tidak memuaskan, seperti dikemukakan oleh Noyon-Langemeyer. Disana dipersoalkan seseorang menembak orang lain tetapi tidak kena sasaran. Kalau si pelaku hanya mengaku akan melukai ringan, dan tak ada rencana lebih dulu secara tenang, maka mungkin sekali  hanya dianggap terbukti percobaan untuk melakukan penganiayaan dari pasal 351, dan demikian orang itu tidak dapat dikenai hukuman. Bagi Noyon-Langemeyer, hal ini tidak memuaskan. Menurutnya percobaan melakukan penganiayaan biasa harus dinyatakan sebagai tindak pidana, tetapi apabila perbuatannya hanya berupa mengangkat tangan untuk memukul orang lain namun dihalang-halangi oleh orang ketiga, kepada jaksa masih ada kesempatan penuh untuk tidak menuntut berdasarkan prinsip oportunitis.
2.2. Pembunuhan Untuk Melakukan Tindak Pidana Lain
Hal ini dimuat dalam pasal 339 KUHP dan dirumuskan  sebagai berikut:
Pembunuhan dengan diikuti, disertai, dan didahului dengan tindak pidana  dan yang dilakukan dengan maksud  untuk mempersiapkan dan memudahkan perbuatan itu, atau jika tertangkap basah untuk melepaskan dirinya sendiri atau pesertanya dari hukuman, atau supaya barang yang didapatkan dengan melanggar hukum tetap berada di tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun.
Perlu dicatat bahwa tertangkap basah harus benar-benar terjadi. Tidak cukup apabila hanya si pelaku yang merasa kwatir akan ditanggap basah. Dari istilah tertangkap basah, ada suatu definisi yang termuat dalam pasal 57 Herziene Indonesische Reglement atau HIR. Menurut pasal ini, tertangkap basah (ontdekking of heter daad) terjadi apabila kejahatan atau pelanggaran kedapatan sedang dilakukan atau dengan segera kedapatan setelah dilakukan, atau apabila seseorang setelah itu dengan segera diserukan suara orang banyak sebagai pelaku, atau apabila padanya kedapatan barang-barang, senjata-senjata, alat-alat, atau surat-surat yang menunjukkan bahwa dialah orang yang berbuat atau membantunya.
Tindak pidana yang menyertai pembunuhan ini dapat baru berupa percobaan untuk melakukan tindak pidana tertentu, asal saja percobaan itu juga dapat dikenakan hukuman berdasarkan pasal 53 KUHAP.

2.3. Pembunuhan Oleh Ibu
Yang kini dimaksudkan adalah pembunuhan anak oleh ibunya sendiri pada waktu atau tidak lama setelah dilahirkan, yang didorong oleh ketakutan si ibu akan diketahui bahwa ia telah melahirkan anak.
Tindak pidana ini dimuat dalam pasal 341 dan diancam dengan selama-lamanya tujuh tahun penjara, dengan dinamakan (kualifikasi) pembunuhan anak (kinderdoodslag). Pasal 342 memuat perbuatan yang wujudnya sama dengan yang dimuat dalam pasal 341 dengan perbedaan bahwa dalam pasal 342 perbuatannya dilakukan untuk menjalankan kehendak yang ditentukan sebelum anak dilahirkan. Tindak pidana ini dinamakan pembunuhan anak berencana  (kindermoord) dan diancam dengan hukuman maksimal sembilan tahun penjara.
Dengan demikian, tidak disebutkan sebagai perbedaan bahwa pembunuhan itu direncanakan secara tenang (voorbedachte raad). Jadi, unsur ketenangan kini tidak ada, yang ada hanya soal kapan ditentukan kehendak akan membunuh, yaitu di satu pihak sebelum anak dilahirkan , dan di pihak lain pada waktu atau tidak lama setelah anak dilahirkan.
Perlu dicatat bahwa tidak diperlukan, apakah si ibu ini mempunyai suami atau tidak. Cukup apabila si ibu ada alasan untuk merahasikan kelahiran si anak. Demikian juga, tidak dipedulikan terhadap siapa kelahiran ini harus dirahasiakan.
Kita lihat bahwa maksimum hukuman kini sangat lebih rendah dari pembunuhan biasa (15 tahun) dan pembunuhan berencana (hukuman mati, atau hukuman pennjara seumur hidup, atau selama dua puluh tahun).
Oleh pasal 343 ditentukan bahwa bagi orang lain yang turut serta dalam kedua macam pembunuhan ini, kejahatan-kejahatan itu dianggap sebagai pembunuhan biasa dari pasal 338 dan pembunuhan berencana dari pasal 340. Jadi, hukumannya sangat lebih berat daripada bagi si ibu sebagai pelaku utama.
Kapan mulai waktu melahirkan anak?
Ini tidak ditegaskan oleh dua pasal tadi sehingga ada dua pendapat. Menurut Van Bemmelen, harus disetujui pendapat suatu pengadilan di Middleburg, Negeri Belanda, bahwa permulaan waktu melahirkan anak adalah pada waktu si bakal ibu mulai merasa akan melahirkan anak (berensween). Noyon-Langemeyer menganggap waktu permulaan merasa akan melahirkan terlalu dini untuk dapat dinamakan permulaan waktu melahirkan anak karena ada kemungkinan besar bahwa – setelah mulai merasakan ini – si ibu masih dapat berjalan dan berbuat hal macam-macam.
Kapan terhentinya tenggang “tidak lama setelah melahirkan anak”?
Bagi hal ini pun tidak ada penegasan dalam KUHP. Menurut Noyon-Langemeyer, dalam surat penjelasan pada Rancangan KUHP Belanda dianggap tidak baik untuk menentukan jumlah jam atau hari tertentu setelah anak dilahirkan, seperti diadakan di beberapa negara lain. Noyon-Langemeyer sendiri berpendapat bahwa tenggang waktu ini terhenti pada waktu si ibu mulai  memelihara anaknya. Van Bemmelen tidak ingin menentukan suatu ukuran, dan hanya membayangkan tenggang tidak lebih dari sedikit hari setelah anak dilahirkan (niet langer dan enkele dagen daarna).
2.3.1.      Pengguguran Kehamilan (Abortus)
Pengguguran kehamilan atau aborsi sebetulnya bernada sama dengan pembunuhan anak dan pembunuhan anak berencana. Hal ini diatur dalam pasal 346-349 KUHP. Pasal 346 menyebutkan: seorang perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Persamaan antara pembunuhan anak dengan pengguguran atau pembunuhan kandungan adalah bahwa harus ada kandungan (vrucht) atau bayi (kidn) yang hidup dan yang kemudian dimatikan. Persamaan inilah juga yang menyebabkan tindak pidana pengguguran  (abortus) dimasukan ke dalam titel  XIX buku II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa orang.
Perbedaan pokok antara pembunuhan anak dan pengguguran kandungan adalah bahwa dalam pembunuhan anak harus ada bayi yang lahir dan hidup, sedangkan dalam menggugurkan atau mematikan kandungan, apa yang keluar dari tubuh ibu adalah suatu kandungan, yang hidup tetapi belum menjadi bayi (onvoldragen vrucht), atau seorang bayi yang sudah mati (voldragen vrucht). Perbedaam inilah yang juga menyebabkan maksimum hukuman ada abortus (empat tahun) kurang daripada pembunuhan anak (tujuh tahun).
Dalam hal abortus tidak dipedulikan alasan apa yang mendorong si ibu untuk melakukannya, jadi tidak seperti dalam hal pembunuhan anak, dimana disebutkan sebagai alasan suatu ketakutan si ibu akan diketahui lahirnya anak.
Jika pengguguran atau mematikan kandungan ini dilakukan oleh orang lain dari si ibu, dan lagi tanpa persetujuan si ibu, maka menurut pasal 347 ayat 1 maksimum hukuman dinaikkan menjadi dua belas tahun penjara, dan menurut pasal 2  dinaikkan lagi menjadi lima belas tahun penjara, jika perbuatan ini menyebabkan matinya si ibu.
Apabila perbuatan dilakukan dengan persetujuan si ibu, maka menurut pasal 348 ayat 1 hukumannya dikurangi lagi menjadi maksimum penjara lima tahun enam bulan, dan menurut ayat 2 dinaikan lagi menjadi maksimum tujuh tahun penjara jika menyebabkan matinya si ibu.
Dalam hal abortus ini, yang dituju adalah kandungan yang ada di dalam tubuh si ibu, bukan ibunya sendiri. Apabila yang menjadi sasaran adalah ibunya sendiri dan bukan kandungannya, maka seseorang yang menyebabkan pengguguran tanpa izin si ibu ini dapat dianggap melakukan tindak pidana dengan sengaja melukai berat orang lain dari pasal 354, ini berhubung dengan pasal 90 yang memasukan menggugurkan atau membunuh kandungan ke dalam istilah luka berat. Jika hal ini dianggap terjadi, maka maksimum hukuman dikurangi menjadi delapan tahun penjara yang dapat naik lagi menjadi sepuluh tahun penjara apabila si ibu menjadi mati. Ini merupakan suatu keganjilan yang kiranya tidak dipahami oleh pembentuk KUHP.
Selanjutnya, menurut pasal 349, jika seorang dokter, bidan, atau tukang obat, membantu kejahatan dari pasal 346 atau bersalah melakukan atau membantu salah satu kejahatan dari pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal ini boleh ditambah dengan sepertiganya, dan boleh dicabut haknya menjalankan pekerjaan yang didalamnya ia melakukan kejahatan itu.
2.4.   Pembunuhan Atas Permintaan Si Korban
Hal ini dimuat dalam pasal 344 yang berbunyi: barangsiapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan tegas dan sungguh-sungguh dari orang itu sendiri, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Bunuh diri sendiri tidak dilarang oleh KUHP, tetapi tidak diperbolehkan orang lain membunuh orang atas permintaannya sendiri. Hanya hukumannya dikurangi, yaitu maksimumnya dari lima belas tahun penjara diturunkan menjadi dua belas tahun penjara.
Permintaan sendiri ini harus tegas (uitdrukkelijke) dan sungguh-sungguh (ernstig). Maksimum dua belas tahun penjara ini sebetulnya masih agak berat kalau diingat bahwa bunuh diri sendiri tidak dilarang.
Dengan demikian, nyawa seorang manusia oleh hukum dilindungi terhadap usaha orangnya sendiri untuk dibunuh. Ini menandakan bahwa penghargaan hukum terhadap nyawa seseorang terlepas dari kepentingan orangnya itu sendiri.

2.5.            Membujuk atau Menolong Orang Melakukan Bunuh Diri
Jika dalam pasal 344 dilarang pembunuhan orang atas inisiatif agar orang lain membunuh diri. Tindak pidana ini dirumuskan sebagai; Dengan sengaja membujuk orang membunuh diri atau membantunya dalam perbuatan itu atau memberi alat-alat untuk itu, dan dikenai hukuman penjara selama-lamanya emapt tahun, tetapi dengan syarat benar terjadi bunuh diri itu. Maka, apabila usaha membunuh diri gagal si pembujuk dan si pembantu tidak dikenai hukuman, juga tidak berdasarkan percobaan (poging).
Hukuman tambahan
Menurut pasal 350 dan 357, jika orang dihukum karena membunuh biasa, membunuh berencana, atau karena melakukan kejahatan-kejahatan dari pasal-pasal 344, 347, 348, 353, dan 355 boleh dijatuhkan pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1 - 4.
2.6.            Turut Serta Dalam Penyerangan Atau Perkelahian
Pasal terakhir dari titel XX tentang penganiayaan, yaitu pasal 358, memuat suatu tindakan pidana berupa: Dengan sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian, yang dilakukan oleh beberapa orang. Perbuatan tersebut, selain dari tanggung jawab masing-masing atas perbuatan yang khusus dilakukan, dikenakan:
Ke-1: hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan, jika penyerangan atau perkelahian itu hanya berakibat luka berat.
Ke-2: hukuman penjara selama-lamanya empat tahun jika penyerangan atau perkelahian itu berakibat matinya orang.
Perbedaan penyerangan dari perkelahian adalah bahwa dalam penyerangan ada seseorang atau lebih mulai dengan  menyerang seorang lain atau lebih, sedangkan dalam perkelahian ada dua orang atau lebih bersama-sama saling menyerang satu sama lain.
Dalam hal peperangan hanya yang menyerang dikenai hukuman, sedangkan dalam hal perkelahian kedua pihak dikenai hukuman. Akan tetapi, syarat mutlak adalah bahwa harus ada salah satu dari dua akibat, yaitu luka berat atau matinya orang atau kedua-duanya. Yang terluka  berat ataua yang mati itu tidak perlu seorang dari mereka yang diserang atau yang saling berkelahi, tetapi dapat juga salah seorang dari para penyerang atau  orang ketiga yang mungkin berusaha memisah atau seseorang yang kebetulan lewat di situ.
Penyebutan “selain  dari tanggung jawab masing-masing atas perbuatan-perbuatan yang khusus dilakukan” berarti bahwa setiap penyerang atau setiap yang berkelahi – disamping akan dihukum – berdasarkan pasal 358 juga dapat dipersalahkan dan dihukum berdasarkan perbuatan khusus yang mereka lakukan selama ada penyerangan atau perkelahian itu.
2.7.Membuang anak (Te Vondeling Leggen)
Pasal 305 memuat dua perbuatan tindak pidana, yaitu:
Ke-1    : membuang anak di bawah umur tujuh tahun;
Ke-2    : meninggalkan anak itu dengan tujuan melepaskan anak itu dari padanya
Keduanya dihukum maksimum hukuman penjara lima tahun enam bulan. Mengingat kata-kata tersebut, maka perbedaan antara kedua perbuatan tersebut adalah bahwa meninggalkan anak itu dilakukan oleh orang yang ada hubungan hukum dan adat itu, sedangkan pembuangan anak dapat dilakukan oleh setiap orang, juga yang samasekali tidak ada hubungan dengan anak itu.
Menurut surat penjelasan atas rancangan kuhp belanda, alasan mengadakan tindak pidana ini adalah bahwa dengan perbuatan ini seorang anak diadakan dalam keadaan tak tertolong, maka seolah-olah pasal ini adalah spesies dari pasal 304 yang dibahas diatas. Akan tetapi hubungan spesies generalis ini tidak benar karena ada unsur dari pasal 304 yang tidak ada pada pasal 305, yaitu bahwa ada kewajiban memelihara dan sebagainya, yang berdasar atas hukum atau perjanjian.
Dengan demikian, pasal 305 juga berlaku apabila pada si pelaku tindak pidana hanya ada kewajiban moral untuk tidak meninggalkan anak yang bersangkutan. Bahwa anak ini ada dibawah tujuh tahun, tidak perlu deketahui oleh di pelaku karena dalam pasal 305 ternyata tidak harus ada kesengejaan mengenai unsur ini, sedangakan hal ini ternyata dari unsur tujuan untuk melepaskan anak ini daripadanya.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penganiayaan dan pembunuhan adalah kejahatan atau tindak pidana mengenai tubuh dan nyawa orang. Kedua macam tindak pidana ini sangat erat hubungannya. Selain dua jenis tindak kejahatan tersebut, kejahatan lain yang langsung berhubungan dengan tubuh dan nyawa orang adalah kurang berhati-hati (culpa) yang menyebabkan luka atau matinya seseorang.
Kejahatan berupa penganiayaan dapat direncanakan secara tenang (voorbedahcte raad), dan hukumannya diatur dalam pasal 353 KUHP. Selain itu ada juga penganiayaan ringan (Lichte Mishandeling). Sementara mengenai percobaan penganiayaan, menurut pasal 351 ayat 5 dan pasal 352 ayat 2 pelakunya tidak dikenai hukuman.
Kejahatan berupa pembunuhan ada bermacam-macam, yakni pembunuhan untuk melakukan tindak pidana lain yang dimuat dalam pasal 339 KUHP, pembunuhan oleh ibu yang diatur dalam pasal 341 yakni berupa pengguguran kehamilan (abortus). Pembunuhan juga dapat terjadi karena atas permintaan si korban, hal ini dimuat dalam pasal 344 KUHP dan membujuk atau menolong orang membunuh diri.
Pada pasal terakhir dari titel XX tentang penganiayaan, yaitu pasal 358 mengatur tentang tindakan turut serta dalam penyerangan  atau perkelahian. Sementara mengenai kejahatan, dalam pasal 305 memuat tentang tindak pidana, yaitu; pertama, membuang anak di bawah umur tujuh tahun dan kedua, meninggalkan anak itu dengan tujuan melepaskan anak itu daripadanya.

By; Hipatios Wirawan Labut

Daftar Pustaka
Prodjodikoro, Wirjono. Tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia.2003. Bandung: PT Refika Aditama

Moeliatno. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2007. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Manggarai: Tombo ca anak koe ata oke le eman

Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik

HUKUM ADAT SUKU ASMAT