Terorisme

BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Teror atau terorisme selalu identik dengan kekerasan. Terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. Dalam konteks global, Terorisme merupakan salah satu kejahatan internasional. Oleh karena menjadi kekwatiran negara-negara di dunia jika terorisme terus berkembang. Atas dasar itu dunia internasional (terutama negara-negara barat) sangat serius memerangi terorisme.
Indonesia juga memandang terorisme sebagai salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana. Tindak Pidana terorisme diatur dalam UU No.15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme. Dalam UU tersebut terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban  serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatn setiap Negara  karena terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersiafat international yang menimbulkan  bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyakarat sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana  dan berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dilindungi  dan dijunjung tinggi.
Apabila terorisme semakin marak, maka upaya  memberantas terorisme juga harus ditingkatkan. Memerangi terorisme  dengan senjata  tidak cukup. Salah satu yang menjadi  sasaran pencegahan terorisme adalah melemahkan pendanaan terorisme (financing terrorism). Terorisme akan semakin berkembang apabila organisasinya mendapat dukungan dana yang cukup. Oleh karena itu, perang terhadap pendanaan terorisme merupakan langkah yang penting dalam memerangi terorisme  itu sendiri.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Terorisme
2.1.1.      Pengertian menurut para ahli
§  Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut.
§  Menurut A.C Manullang, Terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari kelompok lain, dipicu antara lain karena adanya pertentangan agama, ideologi dan etnis serta kesenjangan ekonomi, serta tersumbatnya komunikasi rakyat dengan pemerintah, atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme. 
§  Menurut Laqueur (1999), setelah mengkaji lebih dari seratus definisi Terorisme, menyimpulkan adanya unsur yang paling menonjol dari definisi-definisi tersebut yaitu bahwa ciri utama dari Terorisme adalah dipergunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan. Sementara motivasi politis dalam Terorisme sangant bervariasi, karena selain bermotif politis, Terorisme seringkali dilakukan karena adanya dorongan fanatisme agama . 
2.1.2.      Menurut UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
2.1.3.      Menurut Black’s Law Dictionary, Terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana (Amerika atau negara bagian Amerika), yang jelas dimaksudkan untuk:
a)      mengintimidasi penduduk sipil.
b)      memengaruhi kebijakan pemerintah.
c)      memengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau pembunuhan.
Muladi memberi catatan atas definisi ini, bahwa hakekat perbuatan Terorisme mengandung perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik. Bentuk perbuatan bisa berupa perompakan, pembajakan maupun penyanderaan. Pelaku dapat merupakan individu, kelompok, atau negara. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah munculnya rasa takut, pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia, dan kebebasan dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lain. 
2.1.4.      Menurut Organisasi-Organisasi
§  Menurut US Central Intelligence Agency (CIA), Terorisme Internasional adalah Terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga atau pemerintahan asing.
§  Menurut US Federal Bureau of Investigation (FBI), Terorisme adalah penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil dan elemen-elemennya untuk mencapai tujuan-tujuan sosial atau politik. 
§  Menurut The Arab Convention on the Suppression of Terrorism, terorisme adalah tindakan atau ancaman kekerasan apapun motif dan tujuannya, yang terjadi untuk menjalankan agenda tindak kejahatan individu atau kolektif, yang menyebabkan teror di tengah masyarakat, rasa takut dengan melukai mereka atau mengancam kehidupan, kebebasan, atau keselamatan atau bertujuan untuk menyebabkan kerusakan lingkungan atau harta publik maupun pribadi atau menguasai dan merampasnya atau bertujuan untuk mengancam sumber daya nasional.
§  Menurut Konvensi PBB tahun 1937, Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. 
Berdasarkan definisi-definisi sebelumnya, disimpulkan bahwa terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau ideologi . 
2.2. Ciri-ciri umum terorisme
2.2.1.      Menurut UU No. 15 Tahun 2003, ciri-ciri terorisme adalah sebagai berikut :
§  terorisme telah menghilangkan nyawa tanpa memandang korban dan menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas, atau hilangnya kemerdekaan serta kerugian  harta benda
§  terorisme mempunyai jaringan yang luas sehingganeryoajab abcanab terhadap perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional.
§  Adanya rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut.
§  Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu.
§  Menggunakan kekerasan.
§  Mengambil korban dari masyarakat sipil, dengan maksud mengintimidasi pemerintah.
§  Dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan tertentu dari pelaku, yang dapat berupa motif sosial, politik ataupun agama.
2.2.2.      Menurut Terrorism Act 2000, UK.
Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan atau ancaman tindakan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1)      aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, kerugian berat pada harta benda, membahayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang melakukan tindakan, menciptakan risiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagian tertentu dari publik atau didesain secara serius untuk campur tangan atau mengganggu sistem elektronik.
2)      penggunaan atau ancaman didesain untuk memengaruhi pemerintah atau untuk mengintimidasi publik atau bagian tertentu publik.
3)      penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan mencapai tujuan politik, agama atau ideologi.
4)      penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subseksi 1) yang melibatkan penggunaan senjata api atau bahan peledak.
2.2.3.      Menurut European Convention on the Suppression of Terrorism, 1977.
1.      kejahatan dalam lingkup Konvensi untuk Pembasmian Perampasan Tidak Sah atas Pesawat Terbang, ditandatangani di Hague, Desember 1970.
2.      kejahatan dalam lingkup Konvensi untuk Pembasmian Tindakan Tidak Sah atas Keselamatan Penerbangan Sipil, ditandatangani di Montreal 23 September 1971.
3.      kejahatan berat yang melibatkan serangan atas integritas fisik dan kehidupan atau kebebasan orang-orang yang dilindungi secara internasional, termasuk agen-agen diplomatic.
4.      kejahatan yang melibatkan penculikan, penyanderaan atau penahanan berat yang tidak sah.
5.      kejahatan yang melibatkan penggunaan bom, granat, roket, senjata otomatis, atau surat atau paket bom jika penggunaannya membahayakan orang lain.
6.      usaha untuk melakukan kejahatan atau berpartisipasi sebagai kaki tangan seseornag yang melakukan atau berusaha melakukan kejahatan tersebut.
7.      kejahatan serius yang melibatkan tindakan kekerasan, selain dari yang tercakup dalam artikel 1) sampai 6) jika tindakan tersebut menimbulkan bahaya kolektif bagi orang lain.
8.      usaha untuk melakukan kejahatan yang tersebut sebelumnya atau berpartisipasi sebagai kaki tangan seseorang yang melakukan kejahatan tersebut.
2.3. Bentuk-bentuk terorisme
2.3.1. Menurut States of the South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) Regional Convention on Suppression of Terrorism
Terorisme meliputi:
1.     Kejahatan dalam lingkup “Konvensi untuk Pembasmian Perampasan Tidak Sah atas Keselamatan Penerbangan Sipil”, ditandatangani di Hague, 16 Desember 1970.
2.     Kejahatan dalam lingkup “Konvensi untuk Pembasmian Perampasan Tidak Sah atas Keselamatan Penerbangan Sipil”, ditandatangani di Montreal, 23 September 1970.
3.     Kejahatan dalam lingkup “Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman atas Tindak Pidana Terhadap Orang-Orang yang secara Internasional Dilindungi, termasuk Agen-Agen Diplomatik”, ditandatangai di New York, 14 Desember 1973.
4.     Kejahatan dalam lingkup konvensi apapun dimana negara-negara anggota SAARC adalah pihak-pihak yang mengharuskan anggotanya untuk menuntut atau melakukan ekstradisi.
5.     Pembunuhan, pembantaian, serangan yang mencelakakan badan, penculikan, kejahatan yang berhubungan dengan senjata api, senjata, bahan peledak dan bahan-bahan lain yang jika digunakan untuk melakukan kejahatan dapat berakibat kematian atau luka yang serius atau kerusakan berat pada harta milik.
2.3.2.      Menurut Treaty on Cooperation among the States Members of the Commonwealth of Independent States in Combating Terrorism, 1999.
Terorisme adalah tindakan illegal yang diancam dengan hukuman dibawah hukum pidana yang dilakukan dengan tujuan merusak keselamatan publik, memengaruhi pengambilan kebijakan oleh penguasa atau menteror penduduk dan mengambil bentuk:
1.      Kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang biasa atau orang yang dilindungi hukum.
2.      Menghancurkan atau mengancam untuk menghancurkan harta benda dan objek materi lain sehingga membahayakan kehidupan orang lain.
3.      Menyebabkan kerusakan atas harta benda atau terjadinya akibat yang membahayakan bagi masyarakat.
4.      Mengancam kehidupan negarawan atau tokoh masyarakat dengan tujuan mengakhiri aktivitas publik atau negaranya atau sebagai pembalasan terhadap aktivitas tersebut.
5.      Menyerang perwakilan negara asing atau staf anggota organisasi internasional yang dilindungi secara internasional begitu juga tempat-tempat bisnis atau kendaraan orang-orang yang dilindungi secara internasional.
6.      Tindakan lain yang dikategorikan sebagai teroris dibawah perundang-undangan nasional atau instrumen legal yang diakui secara internasional yang bertujuan memerangi terorisme.
2.4.      Tujuan Terorisme
§  Menurut Organisation of African Unity (OAU), 1999.
Tindakan teroris merupakan tindakan pelanggaran terhadap hukum pidana “negara anggota” dan bisa membahayakan kehidupan, integritas fisik atau kebebasan atau menyebabkan luka serius atau kematian bagi seseorang, sejumlah orang atau sekelompok orang, atau menyebabkan atau dapat menyebabkan kerugian bagi harta, sumber alam atau lingkungan atau warisan budaya seseorang atau publik dan diperhitungkan atau dimaksudkan untuk:
1)      mengintimidasi, menakut-nakuti, memaksa, menekan, atau memengaruhi pemerintah, badan, institusi, publik secara umum atau lapisan masyarakat untuk melakukan atau abstain dari melakukan sebuah tindakan atau untuk mengadopsi atau meninggalkan pendirian tertentu atau untuk bertindak menurut prinsip-prinsip tertentu, atau
2)      mengganggu pelayanan publik, pemberian pelayanan esensial kepada publik atau untuk menciptakan darurat publik, atau
3)      menciptakan pemberontakan umum di sebuah negara.
4)      promosi, sponsor, kontribusi, perintah, bantuan, gerakan, dorongan, usaha, ancaman, konspirasi, pengorganisasian atau perekrutan seseorang dengan niat untuk melakukan tindakan yang disebutkan pada paragraph 1) sampai 3).
2.5.      Undang-undang Terorisme Di Indonesia
Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), Pasal 6, 7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika:
1.      Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 6).
2.      Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 7).
2.6.      Pendanaan Terorisme dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
Combating Terrorism Financing atau perang melawan pendanaan terorisme telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh Amerika Serikat dan Inggris. AS semakin serius dalam usahanya mencegah pendanaan teroris melalui the USA’s Antiterrorism and Effective Death Penalty Act (AEDPA) of 1996. Undang-undang ini mampu mengkriminalkan warganegara AS yang terbukti menyediakan dana atau dukungan material terhadap kelompok yang oleh Sekretariat Negara AS dianggap sebagai Organisasi Teroris Internasional. Embrio AEDPA of 1996 berawal dari Money Laundering Control Act 1986 yang merupakan undang-undang pertama di dunia yang menentukan money laundering sebagai kejahatan. UU tersebut melarang setiap orang untuk melakukan transaksi keuangan yang melibatkan hasil yang diperoleh dari specified unlawful activity. 
Pentingnya perang melawan pendanaan teroris ini berdasarkan kenyataan bahwa pendanaan terorisme mendukung usaha perekrutan dan pemberian motivasi melalui insetif keuangan serta mampu menjaga kekuatan moral dan motivasi dengan keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan aksi terornya. Teroris juga masih memerlukan infrastruktur sistem keuangan untuk memobilisasi dan menyalurkan dananya. Tetapi yang membuat pendanaan terorisme menjadi sangat berbahaya dibandingkan bentuk kriminal lainnya dikarenakan strategi mereka dalam menggunakan organisasi amal atau nirlaba sebagai sumber pendanaan dan kemampuannya menginfiltrasi sistem keuangan negara-negara miskin dan berkembang. Selain itu sumber dana terorisme yang dapat pula berasal dari sumber yang halal atau legal mempersulit penelusuran dan pembuktian aliran dana terorisme dibandingkan dengan money laundering yang sumber dananya hanya dari hasil tindak pidana. Pemalsuan identitas dengan semakin menjamurnya e-business dan kemudahan transaksi keuangan via internet di era globalisasi semakin memperumit aliran dana teroris.
Dari masa ke masa proses aliran pendanaan terorisme menunjukkan karakteristik yang berbeda. Pada tahun 1970-an, sumber terpenting dari pendanaan terorisme justru berasal dari badan intelijen sebuah negara. Teroris digunakan oleh badan intelijen tersebut sebagai sebuah senjata militer unkonvensional untuk menghadapi musuh dalam mencapai tujuan stratejik mereka. Misalnya beberapa organisasi dari Palestina yang dianggap sebagai teroris oleh beberapa pihak diindikasikan mendapat bantuan dana yang sebagian besar berasal dari badan intelijen negara-negara di Asia Barat dan Afrika Utara. Beberapa organisasi Palestina yang dianggap sebagai teroris ini memutar dana yang mereka peroleh dari beberapa badan intelijen dan negara-negara yang bersimpati dengan mendirikan perusahaan bisnis. Laba yang mereka dapatkan dari perusahaan bisnis ini digunakan mereka sebagai tambahan sumber pendapatan bagi pendanaan aksi terorisme. 
Pada tahun 1980an dan 1990an, badan amal kemanusiaan atau badan keagamaan mulai menjadi sumber penting pengumpulan dana untuk kepentingan aksi terorisme. Hal ini terjadi setelah pada masa tersebut terorisme yang termotivasi secara relijius menggantikan peran terorisme yang berlatar belakang ideologi dan etnik sebagai sumber kekerasan yang paling serius. Terorisme menggunakan badan amal dalam dua bentuk, pertama memang didirikan organisasi teroris sebagai organisasi terdepan untuk pendanaan terorisme dan kedua didirikan oleh pihak lain untuk kepentingan amal tetapi kemudian hasilnya dimanipulasi dan digunakan sendiri oleh organisasi teroris. Masih pada tahun 1980an, narkotika terutama heroin menjadi sumber utama pendanaan terorisme selama perang di Afghanistan dan memiliki peran yang lebih besar dibanding aliran dana dari badan intelijen.
Sedangkan pada tahun 2001-an, pemerintah Inggris mengeluarkan tipologi pendanaan terorisme yang terdiri dari donasi dan kriminalitas. Donasi dan kriminalitas bisa diibaratkan sebagai sumber halal dan sumber tidak halal. Dalam hal donasi, terdapat bukti kuat bahwa donasi dalam jumlah besar telah diberikan oleh seseorang kaya raya di Timur Tengah kepada sebuah organisasi amal yang mempunyai hubungan dengan organisasi teroris. Pemberian donasi ini diibaratkan sebagai pembayaran untuk mencari perlindungan ala Mafia. Sedangkan kriminalitas dianggap sebagai sumber pendanaan yang lebih konsisten dengan beberapa jenis kegiatannya. Kegiatan kriminalitas yang menjadi sumber utama bagi pendanaan terorisme meliputi pemerasan, penyelundupan, kegiatan amal terselubung (yang mulai marak digunakan sejak tahun 1980an), pencurian dan perampokan serta jaringan narkoba.
Lalu lintas perdagangan narkoba atau lebih dikenal dengan istilah drug trafficking menjadi salah satu faktor (selain kejahatan bidang keuangan atau financial fraud) dibentuknya Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) oleh negara-negara yang tergabung dalam kelompok G-7 pada tahun 1989. FATF sebagai sebuah lembaga internasional khusus didirikan untuk memerangi pencucian uang yang oleh Billy Steel disebut sebagai ”the world’s third largest industry by value”. Standar kegiatan untuk memerangi money laundering diatur dalam 40 rekomendasi yang dikenal dengan istilah FATF 40. Sebagai reaksi langsung atas peristiwa terorisme, FATF mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi khusus untuk pendanaan terorisme dan melakukan revisi terhadap FATF 40 karena terdapat sedikit perbedaan antara karakteristik sumber keuangan teroris dengan kriminal lainnya. Tujuannya adalah untuk menghalangi akses bagi teroris dan pendukungnya untuk masuk ke dalam sistem keuangan internasional. Revisi terhadap FATF 40 dan penambahan rekomendasi khusus terhadap pendanaan terorisme (terakhir berjumlah 9 rekomendasi) kemudian dikenal dengan istilah FATF 40+9. Kepatuhan terhadap FATF 40+9 menjadi dasar bagi FATF untuk mengeluarkan daftar Non Cooperative Countries/Territories (NCCT), sebuah daftar hitam negeri/wilayah yang menjadi surga pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Salah satu poin penting dalam 9 Rekomendasi Khusus FATF adalah meminta semua negara untuk sesegera mungkin meratifikasi hasil the United Nations Convention on Suppression of Terrorist Financing 1999 (STF 1999) dan melaksanakan the United Nations Security Council Resolution 1373 (2001) atau UNSCR 1373. Semua negara terikat dengan persyaratan dan ketentuan dalam konvensi yang telah ditandatangani dan diratifikasinya. Artinya setiap negara diharuskan segera mengambil langkah-langkah legislatif dan eksekutif untuk mensahkan konvesi dan mengadopsi kebijakan serta mengambil tindakan untuk memastikan pelaksanaan yang efektif atas STF 1999 berdasarkan sistem hukum nasional masing-masing negara.
Baik STF 1999, FATF 40+9 maupun UNSCR 1373 menghendaki adanya sebuah kerjasama multilateral atau tindakan bersama banyak negara dalam memerangi pendanaan terorisme. Di Indonesia, PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sebagai unit intelijen keuangan di Indonesia bekerjasama dengan negara-negara lain untuk memerangi pendanaan terorisme. Kerjasama pertukaran intelijen keuangan diharapkan mampu mencegah dan mendeteksi tidak hanya pendanaan terorisme tetapi juga kejahatan keuangan, pencucian uang dan kejahatan serius lainnya. Kerjasama pertukaran intelijen ini berdasarkan atas standar “the international best practice” yang dikembangkan oleh the Egmont Group of Financial Intelligence Units. Sejak tahun 2003 AUSTRAC menyediakan bantuan proyek pengembangan kapasitas kepada PPATK sebagai bagian dari paket dana bantuan sebesar 10 juta Dollar Amerika yang dipicu oleh peristiwa Bom Bali 2002.
Kewajiban dan rekomendasi dalam rangka perang melawan pendanaan teroris sebagian besar telah diakomodasi dalam perundang-undangan nasional yaitu UU Nomer 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU Nomer 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU Nomer 1/2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. Indonesia pernah masuk dalam daftar NCCT (2nd report) yang dibuat FATF karena saat itu Indonesia dinilai tidak memiliki perundang-undangan yang memenuhi standar internasional dan FATF masih tidak puas dengan hasil kerja Indonesia. Kondisi ini menghasilkan UU Nomer 25/2003 sebagai perubahan atas UU Nomer 15/2002 yang menghasilkan lembaga PPATK serta aktif melakukan kerjasama dengan lembaga sejenis PPATK di luar negeri seperti AUSTRAC-nya Australia. Saat ini Indonesia tidak masuk dalam daftar NCCT terakhir. PPATK sendiri berdasarkan data per 31 Mei 2007 telah menerima 39 STR (suspicious transaction report) yang terkait dengan kegiatan terorisme dari PJK (penyedia jasa keuangan).








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau ideologi. Terorisme memiliki ciri, bentuk dan tujuan-tujuan yang sangat bertentangan dengan kemanusiaan, mengandung unsur kekerasan dan bertujuan untuk harta benda atau masyarakat/golongan tertentu.

Terorisme dapat bertahan dan bahkan semakin berkembang karena adanya pendanaan terorisme. Pendanaan teroris sebagian bahkan dari organisasi-organisasi resmi atau badan-badan pemerintahan yang sah. Oleh karena, menjadi tugas negara-negara yang menolak terorisme untuk mencegah dan mencegah pendanaan terorisme di dunia. Banyak negara yang mendirikan lembaga khusus untuk memerangi kejahatan, termasuk terorisme. Di indonesia, PPATK menjadi salah satu lembaga yang bisa mencegah pendanaan terorisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng Manggarai: Tombo ca anak koe ata oke le eman

Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik

HUKUM ADAT SUKU ASMAT