Berilah Kesempatan Bagi Anak Muda
Judul di atas sepintas sangat mendiskreditkan posisi orang tua yang ingin menjadi pemimpin. Tetapi, itulah ungkapan beberapa orang muda yang saya dapatkan ketika masuk dan membaca beberapa komentar lepas di Grup media sosial (facebook) “PEMIMPIN MANGGARAI MASA DEPAN”.
Komentar lepas tersebut adalah ungkapan isi hati dan pikiran yang sudah terpatri bagi golongan tertentu di Manggarai. Mungkin track record kepemimpinan di tangan orang tua dinilai buruk oleh orang-orang muda yang dikuasai idealisme. Mungkin juga, orang-orang muda yang bersemangat dan berkomiten menjaga optimisme tidak mendapatkan kesempatan untuk ikut andil membangun manggarai raya.
Kedua kemungkinan itulah yang bisa diterima akal sehat saya hingga saat ini. Pertama, berkaitan dengan track record kepemimpinan orang tua di manggarai raya. Sejarah politik manggarai tidak pernah berada di bawah kepemimpinan orang muda. Orang tua selalu memegang estafet kepemipinan dan mendominasi kepala-kepala dinas dan instansi penting di Manggarai Raya.
Sepanjang sejarah itu juga, belum ada pemimpin yang patut dibanggakan oleh masyarakat manggarai. Parameter yang bisa digunakan adalah lambat proses pembangunan yang terjadi di manggarai. Pemerintah banyak memanfaatkan kondisi masyarakat demi kepuasan pribadi atau memperkaya diri. Hal itu tak terbantahkan jika kita melihat realitas yang mencabik rakyat, misalnya masih banyak desa yang belum diterangi listrik, masih banyak anak-anak yang harus berjalan kaki belasan kilometer untuk bersekolah, masih banyak desa yang belum mendapat akses transportasi.
Ironisnya, para pemimpin kita bersenang-senang di atas penderitaan rakyat. Mereka tidak bisa membedakan ruang publik dan ruang privat. Mereka menggunakan mobil dinas untuk jalan-jalan, belanja ke pasar, dan kebutuhan pribadi lainnya. Mereka membelanjakan uang dinas untuk barang-barang mewah yang mahal. Tak sedikit pejabat kita yang punya mobil mewah bernilai ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Karena mobil-mobil maal itu juga mereka enggan mengunjungi masyarakat di desa terpencil karena akses transportasi buruk. Tapi, pertanyaannya “apakah mereka akan selalu menghindar dari kenyataan itu dan hanya menikmati kesenangan dengan barang-barang mewah milik negara itu?”.
Siapa pemimpin manggarai yang berhasil membebaskan ‘ata manggarai’ dari kemiskinan? Siapa pemimpin manggarai yang mempunyai manajemen kepemimpinan yang luar biasa? Sampai sekarang saya belum menemukan jawabannya.
Kemungkinan yang kedua, ruang gerak orang muda sangat sempit dan seperti dibatasi. Orang muda dalam sejarah politik bangsa selalu menjadi agen perubahan, orang muda memiliki tekad yang kuat dan idealisme yang luar biasa. Semangat orang muda sangat menggebu-gebu dan revolusioner. Tapi, hanya semagat tanpa ruang aktualisasi sama saja bohong. Orang muda butuh kepercayaan, orang muda butuh ruang yang besar untuk bergerak dan orang muda ingin diberikan kesempatan untuk memimpin.
Mungkin keberhasilan akan muncul dan kemerdekaan akan menguasai masyarakat jika orang muda diberikan ruang dan waktu untuk berkarya. Optimisme orang muda akan tumbuh ketika yang tua mau mengakui kehebatan anak-anak muda manggarai. Generasi muda juga pasti paham tentang kepemimpinan, tentang politik dan apalagi tentang dinamika sosial. Mungkin kita butuh orang-orang seperti mereka untuk mengubah wajah manggarai. Optimisme dan komitmen orang muda akan mati dan hilang bersama waktu jika ruang dan waktu tak memihak kepada mereka.
Ketika manggarai dipimpin oleh generasi baru mungkin tendensi untuk kongkalikong dan KKN lebih sulit terjadi, karena mereka diawasi orang tua. Orang tua dalam politik bisa berfungsi sebagai pengawas sekaligus penasehat, bukan tidak dibenarkan jika intervensi penuh terhadap kebijakan generasi muda.
Maka, sekarang saatnya manggarai berani memberi kesempatan bagi calon-calon pemimpin yang lebih muda dibandingkan yang lainnya. Banyak orang muda menilai (termasuk saya) busuknya jaringan kerja orangtua yang manis di mulut saja. Rasa percaya saya pada calon pemimpin yang tua sangat kecil bahkan tidak segan saya berkomentar tidak layak untuk dipilih. Mereka terlalu jujur menilai bahwa manggarai gampang diotak-atik, diadu-domba, diarahkan dan dipermainkan. Kita tidak butuh orang semacam itu, kita tidak butuh orang yang pandai berbicara tapi tak ada karya dan aksi yang nyata.
oleh:
Hipatios Wirawan Labut
Mahasiswa Hukum di Jakarta
Komentar