HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
KEPAILITAN DAN
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
KEPAILITAN DAN
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
Kepailitan tidak membebaskan seorang yang dinyatakan pailit dari kewajiban untuk membayar utang-utangnya, karena putusan pernyataan pailit bertujuan agar harta debitor pailit diharapkan dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh utang debitor secara adil dan mearata serta seimbang.
Kepailitan tidak membebaskan seorang yang dinyatakan pailit dari kewajiban untuk membayar utang-utangnya, karena putusan pernyataan pailit bertujuan agar harta debitor pailit diharapkan dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh utang debitor secara adil dan mearata serta seimbang.
Ada beberapa factor
yang menyebabkan diperlukannya pengaturan mengenai keapilitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang yaitu :
Pertama, untuk
menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada bebrapa
kreditor yang menagih piutangnya dari debitor.
Kedua, untuk
menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya
dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor
atau para kreditor lainnya.
Ketiga, untuk
menghindari adanya kecurangan-kecuragan yang dilakukan oleh salah seorang
kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk memberi
keuntungan kepada seseorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga
kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk
melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggumg
jawabnya terhadap para kreditor.
Asas-asas dalam kepailitan antara
lain adalah :
1. Asas Keseimbangan
Undang – undang ini mengatur bebrapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas
keseimbangan.
2. Asas Kelangsungan
Usaha Dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan debitor perusaan debitor yang prospektif tetap dialngsungkan.
3. Asas Keadilan Asas
keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang
mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan
tidak memperdulikan kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi Asas
integrasi dalam Undang-undang ini mengandung pengertian bahwa system hokum
formil dan hukm materilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari system hokum
perdata acara perdata nasional.
Dasar Hukum Kepailitan
1. Undang-undang
Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 31.
2. Pengaturan
Perudang-undangan di luar Undang-undang Kepailitan seperti antara lain :
1.
KUHPerdata, misalnya Pasal 1139, 1149, 1134 dan lain-lain.
2.
KUHPidana, misalnya Pasal 396,397,398,399,400,520 dan lain-lain.
3.
Undang-undang PT No.1 Tahun 1995, misalnya Pasal 79 ayat (3), Pasal 96,
Pasal 85 ayat (1) dan (2), pasal 3 ayat (2) huruf b,c dan d, Pasal 90 ayat (2)
dan (3), Pasal (3), Pasal 98 ayat (1), dan lain-lain.
4.
Undang-undang tentang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996. e. Peraturan
Perundang-undangan di bidang Pasar modal, Perbankan, Perusahaan BUMN dan
lain-lain.
Sejarah Hukum
Kepailitan Di Indonesia
Adanya dua buah peraturan kepilitan ini yaitu Buku Ketiga KUHDagang mengatur kepailitan bagi pedagang/pengusaha dan ketentuan dalam Rv bagi mereka yang bukan pedangang/pengusaha dalam pelaksanaannya telah menimbulkan banyak kesilutan, diantaranya ialah (Sutan Remy Sjahdeini, 1998:25) :
Adanya dua buah peraturan kepilitan ini yaitu Buku Ketiga KUHDagang mengatur kepailitan bagi pedagang/pengusaha dan ketentuan dalam Rv bagi mereka yang bukan pedangang/pengusaha dalam pelaksanaannya telah menimbulkan banyak kesilutan, diantaranya ialah (Sutan Remy Sjahdeini, 1998:25) :
1. Banyak
formalitas yang harus ditempuh
2. Biaya tinggi
3. Terlalu sedikit
bagi kreditur untuk dapat ikut campur terhadap jalannya proses kepailitan; dan
4. Pelaksanaan
kepilitan memakan waktu yang lama. Dengan berlakunya
Faillisementverodening/Peraturan Kepailitan (S. 1905-217 juncto S. 1906-348)
tersebut, maka dicabutlah :
1.
Seluruh buku ketiga WvK/KUHDagang dan
2.
Reglement op de Rechtsvordering/Rv buku Ketiga, Bab Ketujuh, pasal 899
sampai dengan Pasal 915.
Pengertian Kepailitan
Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana dalam Undang-undang ini. Secara umum
kepailitan sering diartikan sebagai suatu sitaan umum atas seluruh kekayaan
debitur agar dicapainya perdamaian antara debitur dengan para krediturnya atau
agar kekayaan dibitur tersebut dapat dibagi-bagikan secara adil diantara para
krediturnya.
Putusan kepailitan diberikan oleh
hakim Pengadilan Niaga terhadap debitur pailit, maka belakulah asas pokok yang
terdapat dalam pasal 1131 dan pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.Asas
yang terkandung dari kedua pasal tersebut adalah bahwa:
1. Apabila debitur
tidak membayar utangnya atau tidak mampu membayar utangnya, maka seluruh harta
benda yang dimilikinya disita untuk dijual dan hasil penjualan itu dibagikan
kepada semua krediturnya menurut perimbangan piutangnya, kecuali apabila di
antara para kreditur itu ada alasan-alasann yang sah untuk didahulukan seperti
misalnya para kreditur preferent yaitu mereka yang mempunyai hak jaminan khusus
atas dasar hak tanggungan, hak hipotik, hak gadai, hak fiducia, dan juga
terhadap tagihan-tagihan yang oleh undnag-undang dikategorikan sebagai tagihan
yang didahulukan seperti antara lain biaya perkara, biaya lelang, biaya
curator, dan tagihan publik.
2. Semua kreditur
(konkuren) mempunyai hak yang sama.
3. Tidak ada
nomorurut dari kreditur yang didasarkan atas saat timbulnya piutang-piutang
mereka.
Syarat-Syarat
Kepailitan
Dalam pasal 2 ayat 1Undang-undang Kepailitan No.37 Tahun 2004 ditetapkan syarat-syarat debitur dinyatakan pailit yaitu sebagai berikut :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit oleh Keputusan pengadilan baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.” Dari ketentuan dalam pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu debitur dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :
Dalam pasal 2 ayat 1Undang-undang Kepailitan No.37 Tahun 2004 ditetapkan syarat-syarat debitur dinyatakan pailit yaitu sebagai berikut :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit oleh Keputusan pengadilan baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.” Dari ketentuan dalam pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu debitur dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :
1. adanya debitur
yang tidak membayar utang
2. adanya lebih
dari satu Kreditur
3. adanya lebih
dari satu utang
4. minimal satu
utang sudah jatuh tempo
5. minimal satu
utang sudah dapat ditagih
6. pernyataan
pailit diputus oleh Pengadilan Niaga. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan
Kepailitan Dalam Pasal 2 UU Kepailitan yang baru, yaitu Undang-Undang No. 37
Tahun 2004 pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan kepailitan pada
Pengadilan Niaga adalah :
1.
Debitur sendiri
2.
Seorang atau lebih krediturnya
3.
Kejaksaan untuk kepentingan umum
4.
Bank Indonesia (BI) dalam hal debitur merupakan bank
5.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam hal debitur merupakan perusahaan
efek
6.
Menteri Keuangan dalam hal debitur merupakan perusahaan asuransi,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang
kepentingan publik.
Permohonan pailit dajukan oleh
pihak yang berwenang yaitu :
a. pihak debitur
b. satu atau lebih
kreditur
c. jaksa untuk
kepentingan umum
d. Bank Indonesia
jika debiturnya bank
e. Bapepam jika
debiturnya bank
f. Menteri
Keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi, perusahaan reasuransim dana
pension atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan public.
Pengertian Utang
Dalam Kepailitan
Pengertian utang pada dasarnya
dapat diartikan secara luas maupun secara sempit.
Pengertian utang dalam arti sempit adalah suatu kewajiban yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang, pengertian utang dalam arti luas adalah seluruh kewajiban yang ada dalam suatu perikatan baik yang timbul karena undang-undang maupun yang timbul karena adanya perjanjian umpamanya antara lain kewajiban menyerahkan sesuatu, kewajiban untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
Pengertian utang dalam arti sempit adalah suatu kewajiban yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang, pengertian utang dalam arti luas adalah seluruh kewajiban yang ada dalam suatu perikatan baik yang timbul karena undang-undang maupun yang timbul karena adanya perjanjian umpamanya antara lain kewajiban menyerahkan sesuatu, kewajiban untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
Namun demikian hal ini diharapkan
tidak terjadi lagi karena dalam Undang-Undang Kepailitan yang baru, yaitu UUK
No. 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat(6) telah diberikan definisi yang tegas terhadap
pengertian utang, yatiu kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul
karena perjanjian atau Undang-Undang dan wajib dipenuhi oleh debitor dan bila
tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari
harta kekayaan debitor.Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Proses
Kepailitan
1. Pihak Permohonan
Pailit Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak
yang mengajukan permohonan pailit.
2. Debitur Pailit
Pihak debitur pailit adalah pihak yang dimohonkan pailit ke pengadilan yang
berwenang.
3. Hakim Pengadilan
Niaga Perkara kepailitan pada tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh
majelis hakim Pengadilan Niaga.
4. Hakim Pengawas Untuk
mengawasi pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan
oleh kurator, maka dalam keputusan kepailitan, oleh pengadilan harus diangkat
seorang hakim pengawas.
5. Kurator. Kurator
merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses
perkara pailit, karena tugas umum kurator adalah melakukan pengurusan dan atau
pemberesan terhadap harta pailit.
Akibat Hukum Pernyataan Pailit
Secara umum dengan adanta pernyataan pailit maka terhadap debitur pailit
berlakulah hal-hal sebagai berikut :
1. Terjadi sitaan
umum terhadap harta kekayaan debitur pailit.
2. Kepailitan ini
semata-mata hanya mengenai harta kekayaan saja dan tidak mengenai diri pribadi
si debitur pailit.
3. Segala
perikatan debitur pailit yang timbul setelah putusan pailit yang diucapkan
tidak dapat dibayar dari harta pailit. 4) Harta pailit diurus dan dikuasai
kurator untuk kepentingan semua para kreditur dan debitur.
4. Tuntutan dan
gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau
terhadap kurator (Pasal 26 ayat (1) UUK)
5. Semua tuntutan
atau gugatan yang bertujuan mendapatkan pelunasan dari harta pailit selama
kepailitan harus diajukan dengan laporan untuk pencocokan utang (Pasal 27 UUK)
6. Kreditur yang
dijamin dengan Hak Gadai, Hak Tanggungan, Hak hipotik, jaminan fidusia dapat
melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan (Pasal 55 ayat(1)
UUK) Pihak kreditur yang mempunyai hak menahan barang milik debitur pailit
sampai dibayar tagihannya (hak retensi), tidak kehilangan hak untuk menahan
barang debitur pailit tersebur meskipun ada putusan pailit (Pasal 61 UUK) 9)
Hak eksekusi kreditur yang dijamin sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat (1)
UU Kepailitan (kreditur separatis/kreditur dengan jaminan khusus) dan pihak
ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau
kurator.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Tentang penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diatur dalam bab ketiga Undang-Undang No.37 tahun 2004 yaitu dalam Pasal 224-294 UUK.
Tentang penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diatur dalam bab ketiga Undang-Undang No.37 tahun 2004 yaitu dalam Pasal 224-294 UUK.
Maksud dan Tujuan
PKPU
Dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepad kreditor.Pasal 222 UUK ini dapat diartikan bahwa maksud dari penundaan kewajiban pembayaran utang pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren, sedangkan tujuannya adalah untuk kreditur konkuren, sedangkan tujuannya adalah untuk memungkinkan seseorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.
Dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepad kreditor.Pasal 222 UUK ini dapat diartikan bahwa maksud dari penundaan kewajiban pembayaran utang pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren, sedangkan tujuannya adalah untuk kreditur konkuren, sedangkan tujuannya adalah untuk memungkinkan seseorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.
Yang Berhak Mengajukan PKPU
pengajuan permohonan penundaan kewajiban pembayarn utang dapat dilakukan oleh :
1. Debitor
2. Kreditor
3. Bank Indonesia
dalam hal debitor adalah bank
4. Badan Pengawas
Pasar Modal (BAPEPAM) dalam hal debitor adalah perusahaan Efek, Bursa Efek,
Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiana.
5. Menteri
keuangan dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,
Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
kepentingan public.
Akibat putusan PKPU Dengan
dikabulkannya permohonan PKPU (PKPU sementara) maka berlakulah hal-hal sebagai
berikut :
1. Selama PKPU
berlangsung, terhadap debitor tidak dapat diajukan permohonan pailit
2. Diangkat
seorang Hakim Pengawas yang tugasnya mirip dengan Hakim Pengawas dalam
Kepailitan
3. Diangkatnya
seorang atau lebih pengurus yang bertugas melakukan pengawasan terhadap
kekayaan debitor.
4. Debitor tetap
dapat melakukan tindakan pengurusan dan pengalihan atas kekayaanya asalkan
mendapat persetujuan pengurus.
5. Tindakan
debitor atas kekayaannya tanpa persetujuan Pengurus adalah tidak mengikat
kekayaannya.
Berakhirnya PKPU
1. Atas permintaan
hakim pengawas
2. Atas permintaan
satu atau lebih kreditor
3. Atas prakarsa
Pengadilan Niaga, dalam hal :
1.
Debitor, selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan
terhadap hartanya o Debitor telah merugikan atau telaj mencoba merugikan
kreditornya
2.
Debitor melakuak pelanggaran Pasal 240 ayat (1) UUK
3.
Debitor lalai melaksanakan tindakan – tindakan yang diwajibkan kepadanya
oleh pengadilan pada saat atau sesudah PKPU diberikan, atau lalai melaksanakan
tindakan tindakan yang diisyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta
debitor.
4.
Selama waktu PKPU, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan
dilanjutkannya PKPU; atau
5.
Keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memnuhi kewajibannya terhadap
kreditor pada waktunya.
Komentar